Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-86 tanggal 27 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censura Morum hari ke-36 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Matius 21:1-11.
"Bersorak-soraklah dengan nyaring hai putri Sion, bersorak-sorailah, hai putri Yerusalem! Lihatlah, Rajamu datang kepadamu; Ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda (Zakharia 9:9)".
Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Dulu saya berpikir bahwa betapa hebatnya Tuhan Yesus, dengan aura kepemimpinanNya yang lemah lembut membuat banyak orang terpikat. Dan hal itu kemudian terbukti ketika Ia memasuki kota Yerusalem. Tanpa ada orang yang ditugasi untuk menggerakkan massa, semua orang berduyun-duyung mengiringiNya masuk ke kota suci itu. Juga tidak ada orang yang mengkomandoi untuk melantunkan yel-yel laksana orang yang baru pulang berperang dengan pekik kemenangan, tetapi orang banyak itu secara spontan meneriakkannya: "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Hosana di tempat yang mahatinggi". Juga tidak ada orang yang mengajak mereka untuk memangkas tangkai-tangkai daun palem atau pun tangkai-tangkai pohon lainnya, tetapi mereka secara spontan melakukannya. Saya begitu kagum denganNya karena aura kepemimpinanNya itu maka tanpa diminta, orang-orang itu menanggalkan jubahnya bahkan pakaiannya lalu dihamparkan di tanah menjadi sebuah permadani bagi Yesus untuk melangkah masuk kota suci Yerusalem.
Saya sama sekali tidak memperhatikan bahkan mempedulikan dengan kendaraan apa ia memasuki kota tersebut. Saya tidak ambil pusing, entah mau masuk dengan menunggang kuda atau menunggang keledai, -(bagi saya dulu)-, itu tidak penting. Saya hanya fokus pada orang banyak dan tindakan mereka dalam mengiringi Tuhan Yesus.
Lama setelah itu, barulah saya sadar bahwa ternyata hewan tunggangan mempunyai makna yang jauh lebih penting dari pada pekik sorai orang banyak itu. Ternyata hewan tunggangan mempunyai pesan moral yang sarat dengan makna dibandingkan tindakan orang banyak itu yang melambai-lambaikan daun palem sambil mengiringi Tuhan Yesus. Barulah saya mulai bertanya: "mengapa Tuhan Yesus memilih keledai menjadi hewan tunggangan dan bukan kuda?".
Saudaraku...
Beberapa bangsa di dunia ini memandang keledai sebagai binatang yang "Keras kepala dan Bebal". Karena itu kerap image orang melihat keledai itu sebagai yang bodoh dan menjadi alat transportasi kaum termarginalkan. Contoh saja, di Persia, kata untuk keledai adalah "Olagh" yang merupakan kata pasaran untuk menyebut "orang bodoh". Demikian juga dengan orang Spanyol menyebut keledai itu dengan nama "Pollino" yang menjadi rujukan untuk menyebut seseorang sebagai "pribadi yang bodoh, kasar dan sederhana dalam pemikiran sehingga sulit untuk maju".
Tapi, benarkah hal tersebut?.
Saya mau mengajak anda terlebih dahulu untuk mengenal apa itu Keledai atau juga sering disebut Bagal.
Keledai memiliki nama Latin: Equus Africanus Asinus dan termasuk dalam famili Equidae atau Kuda. Hewan ini berasal dari Afrika Timur laut. Tubuhnya kecil dan memiliki telinga yang agak panjang dibandingkan dengan kuda. Meskipun berbadan kecil dibandingkan dengan kuda yang berbadan besar dan kekar, namun keledai memiliki tenaga yang cukup besar untuk menjadi hewan tunggangan atau kendaraan beban, dan ia juga memiliki kaki yang ramping dan agak kecil yang membuat keledai mampu berjalan di celah bebatuan dan pergerakannya yang sangat lincah membuat ia mampu mendaki di antara tebing. Tetapi perigainya sedikit keras kepala atau liar dan agak begal. Karena itu, ia harus dilatih sebelum menjadi alat tunggangan dan ketika ia sudah terlatih maka keledai menjadi hewan yang sangat penurut.
Dari perigainya maka kita dapat memaklumi jika keledai sering menjadi anekdot bagi mereka yang dianggap bodoh, bebal dan kasar.
Tetapi di Israel, hewan ini justru tidak mendapat anekdot demikian. Hewan ini sudah dikenal sejak lama di kalangan bangsa Israel dengan nama yang umum yakni Khamor atau juga dengan nama Aton (keledai betina) atau Ayir (keledai muda), dan ternyata keledai telah menjadi tunggangan tokoh-tokoh yang sangat terkenal dalam Alkitab. Sebut saja Abraham yang karena perintah Tuhan, ia akan mengurbankan anaknya Ishak, maka keledai tampil sebagai hewan pembawa barang (Kej. 22:3a): "Vayashkem Avraham baboker vayakhavosh et-khamoro = keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya".
Kelaidai pun menjadi tunggangan raja Daud dan Salomo (1 Raja 1:33-40) sebelum Raja Salomo mengimpor kuda-kuda dari Mesir (Misrayim) serta Que (Kewe) sebagaimana yang dicatat dalam 1 Raja 10:28 dan memeliharanya di Hazor, Megido dan Geser.
Pun demikian keledai menjadi lambang kekuatan, dan hal ini dapat kita jumpai pada saat Yakub memberikan berkatnya kepada anak-anaknya, dan Isakhar mendapat julukan Keledai:
"Yisaskhar khamor garem rovetz ben hamishpetayim = Ishakar adalah seperti keledai yang kuat tulangnya, yang meniarap diapit bebannya (Kej. 49:14)".
Demikian juga Alkitab mencatat bahwa keledai adalah binatang yang sangat peka atau instingnya sangat kuat untuk mengetahui sesuatu yang tidak mampu ditembus oleh indera manusia. Keledai mengenali kehadiran realitas Ilahi sebagaimana dalam kisah Bileam yang diperintahkan raja Balak untuk mengutuki Israel. Hal ini tercatat dalam Bil. 22:21-35, dan beberapa hal yang dapat saya catat di sini:
"Halo anokhi atonkha asher-rakhavta alai me'odekha ad-hayom haze hahasken hiskanti la'asot lekha ko = Bukankah aku ini keledaimu (Aton = keledai betina) yang kau tunggangi selama hidupmu sampai sekarang? Pernahkah aku berbuat demikian kepadamu? (Bil. 21:30)".
Nabi Yesaya bahkan mengatakan bahwa keledai jauh lebih pandai dari pada Israel. Ini memang penyataan yang cukup pedas yang mau membongkar kebodohan bangsa Israel yang sesungguhnya di mana mereka melupakan Allah mereka dan lebih mudah terbujuk untuk menyembah kepada allah-allah lain. Yesaya mencatat demikian:
"Yada shor konehu vakhamor evus be'alav Yisrael lo yada ami lo hitbonan = lembu mengenal pemiliknya tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umatKu tidak memahaminya (Yes. 1:3)".
Saudaraku...
Jika Tuhan Yesus menunggang seekor keledai saat memasuki kota Yerusalem, maka sesungguhnya Yesus memelihara tradisi paling kuno di Israel, yakni para Raja dan para pemimpin rohaninya dahulu menjadikan keledai sebagai alat tunggangan mereka. Karena itu, bagi saya, sesungguhnya keledai atau bagal memiliki citra positif dalam konsep Alkitab. Ia menjadi lambang kekuatan, yang dapat melintasi berbagai kesulitan, mengenali tentang kehadiran realitas ilahi dan menjadi kebesaran bagi tokoh-tokoh rohani dan raja Daud serta Salomo pada awalnya sebelum kuda masuk ke negeri Israel. Dan hal ini jugalah yang menjadi dasar bagi para nabi untuk menubuatkan tentang kedatangan Sang Mesias yang akan memasuki Yerusalem dengan menunggang seekor keledai.
Peran keledai menjadi terpinggirkan seiring dengan masuknya kuda. Kuda yang berbadan kekar, lebih kuat dari pada keledai, lebih kencang larinya dibandingkan keledai yang hanya berjalan lamban; dan hal inilah yang menjadikan kuda sebagai simbol kekuatan, keperkasaan, keagungan dan kehormatan. Karena kuda telah menjadi alat pembanding, maka keledai dipandang remeh dan tidak memiliki arti lagi.
Saudaraku...
Dalam kaitan dengan pergeseran makna inilah sehingga Tuhan Yesus hendak mengembalikan pesan-pesan moral dari Alkitab yang kini telah hilang oleh pandangan dunia ini. Betapa keledai yang telah direndahkan dan dipandang hina oleh dunia sesudah Raja Salomo sampai pada zaman Yesus bahkan dunia zaman modern, justru menjadi pilihan Sang Mesias untuk memasuki kota Yerusalem. Betapa Yesus yang adalah Allah Yang Besar, Yang Agung, Yang Mulia; justru menjatuhkan pilihan pada sesuatu yang telah dihinakan oleh dunia dan dipandang sebagai aib bahkan kutuk.
Dari sinilah pikiran saya terbuka bahwa perarakan Sang Mesias dengan mengendarai seekor keledai yang menjadi tunggangan kaum termarginalkan bahkan dianggap hanya orang bodoh yang mau memilihnya, telah menjadi awal bagi suatu perarakan besar bagi Sang Mesias yang dihinakan dengan memanggul salibNya menuju ke Bukit Golguta. Ternyata pilihan Allah yang jatuh pada keledai sebagai alat tunggangan memasuki kota yang dipandang Suci itu (Yerusalem) mengandung konsekwensi yang begitu berat bagi Sang Mesias, yakni diriNya sendiri akan menjadi alat tunggangan bagi beban yang dipandang hina dan kutuk yakni SALIB. Inilah pilihan yang beresiko, di mana Sang Mesias dibuat kehilangan kehormatanNya dan menjadi bahan cemoohan; tetapi hanya dengan jalan itulah maka Allah mengembalikan manusia pada hakekatnya yang semula, yakni sebagai Gambar dan Rupa Allah (Kej. 1:26).
KELEDAI dan SALIB itu adalah bukti dari Cinta Tuhan yang sempurna bagi saudara dan saya. Karena itu....bersyukurlah.
Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.
(Masale, hari ke-86 tanggal 27 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan : Matius 21:1-11.
"Bersorak-soraklah dengan nyaring hai putri Sion, bersorak-sorailah, hai putri Yerusalem! Lihatlah, Rajamu datang kepadamu; Ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda (Zakharia 9:9)".
Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Dulu saya berpikir bahwa betapa hebatnya Tuhan Yesus, dengan aura kepemimpinanNya yang lemah lembut membuat banyak orang terpikat. Dan hal itu kemudian terbukti ketika Ia memasuki kota Yerusalem. Tanpa ada orang yang ditugasi untuk menggerakkan massa, semua orang berduyun-duyung mengiringiNya masuk ke kota suci itu. Juga tidak ada orang yang mengkomandoi untuk melantunkan yel-yel laksana orang yang baru pulang berperang dengan pekik kemenangan, tetapi orang banyak itu secara spontan meneriakkannya: "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Hosana di tempat yang mahatinggi". Juga tidak ada orang yang mengajak mereka untuk memangkas tangkai-tangkai daun palem atau pun tangkai-tangkai pohon lainnya, tetapi mereka secara spontan melakukannya. Saya begitu kagum denganNya karena aura kepemimpinanNya itu maka tanpa diminta, orang-orang itu menanggalkan jubahnya bahkan pakaiannya lalu dihamparkan di tanah menjadi sebuah permadani bagi Yesus untuk melangkah masuk kota suci Yerusalem.
Saya sama sekali tidak memperhatikan bahkan mempedulikan dengan kendaraan apa ia memasuki kota tersebut. Saya tidak ambil pusing, entah mau masuk dengan menunggang kuda atau menunggang keledai, -(bagi saya dulu)-, itu tidak penting. Saya hanya fokus pada orang banyak dan tindakan mereka dalam mengiringi Tuhan Yesus.
Lama setelah itu, barulah saya sadar bahwa ternyata hewan tunggangan mempunyai makna yang jauh lebih penting dari pada pekik sorai orang banyak itu. Ternyata hewan tunggangan mempunyai pesan moral yang sarat dengan makna dibandingkan tindakan orang banyak itu yang melambai-lambaikan daun palem sambil mengiringi Tuhan Yesus. Barulah saya mulai bertanya: "mengapa Tuhan Yesus memilih keledai menjadi hewan tunggangan dan bukan kuda?".
Saudaraku...
Beberapa bangsa di dunia ini memandang keledai sebagai binatang yang "Keras kepala dan Bebal". Karena itu kerap image orang melihat keledai itu sebagai yang bodoh dan menjadi alat transportasi kaum termarginalkan. Contoh saja, di Persia, kata untuk keledai adalah "Olagh" yang merupakan kata pasaran untuk menyebut "orang bodoh". Demikian juga dengan orang Spanyol menyebut keledai itu dengan nama "Pollino" yang menjadi rujukan untuk menyebut seseorang sebagai "pribadi yang bodoh, kasar dan sederhana dalam pemikiran sehingga sulit untuk maju".
Tapi, benarkah hal tersebut?.
Saya mau mengajak anda terlebih dahulu untuk mengenal apa itu Keledai atau juga sering disebut Bagal.
Keledai memiliki nama Latin: Equus Africanus Asinus dan termasuk dalam famili Equidae atau Kuda. Hewan ini berasal dari Afrika Timur laut. Tubuhnya kecil dan memiliki telinga yang agak panjang dibandingkan dengan kuda. Meskipun berbadan kecil dibandingkan dengan kuda yang berbadan besar dan kekar, namun keledai memiliki tenaga yang cukup besar untuk menjadi hewan tunggangan atau kendaraan beban, dan ia juga memiliki kaki yang ramping dan agak kecil yang membuat keledai mampu berjalan di celah bebatuan dan pergerakannya yang sangat lincah membuat ia mampu mendaki di antara tebing. Tetapi perigainya sedikit keras kepala atau liar dan agak begal. Karena itu, ia harus dilatih sebelum menjadi alat tunggangan dan ketika ia sudah terlatih maka keledai menjadi hewan yang sangat penurut.
Dari perigainya maka kita dapat memaklumi jika keledai sering menjadi anekdot bagi mereka yang dianggap bodoh, bebal dan kasar.
Tetapi di Israel, hewan ini justru tidak mendapat anekdot demikian. Hewan ini sudah dikenal sejak lama di kalangan bangsa Israel dengan nama yang umum yakni Khamor atau juga dengan nama Aton (keledai betina) atau Ayir (keledai muda), dan ternyata keledai telah menjadi tunggangan tokoh-tokoh yang sangat terkenal dalam Alkitab. Sebut saja Abraham yang karena perintah Tuhan, ia akan mengurbankan anaknya Ishak, maka keledai tampil sebagai hewan pembawa barang (Kej. 22:3a): "Vayashkem Avraham baboker vayakhavosh et-khamoro = keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya".
Kelaidai pun menjadi tunggangan raja Daud dan Salomo (1 Raja 1:33-40) sebelum Raja Salomo mengimpor kuda-kuda dari Mesir (Misrayim) serta Que (Kewe) sebagaimana yang dicatat dalam 1 Raja 10:28 dan memeliharanya di Hazor, Megido dan Geser.
Pun demikian keledai menjadi lambang kekuatan, dan hal ini dapat kita jumpai pada saat Yakub memberikan berkatnya kepada anak-anaknya, dan Isakhar mendapat julukan Keledai:
"Yisaskhar khamor garem rovetz ben hamishpetayim = Ishakar adalah seperti keledai yang kuat tulangnya, yang meniarap diapit bebannya (Kej. 49:14)".
Demikian juga Alkitab mencatat bahwa keledai adalah binatang yang sangat peka atau instingnya sangat kuat untuk mengetahui sesuatu yang tidak mampu ditembus oleh indera manusia. Keledai mengenali kehadiran realitas Ilahi sebagaimana dalam kisah Bileam yang diperintahkan raja Balak untuk mengutuki Israel. Hal ini tercatat dalam Bil. 22:21-35, dan beberapa hal yang dapat saya catat di sini:
"Halo anokhi atonkha asher-rakhavta alai me'odekha ad-hayom haze hahasken hiskanti la'asot lekha ko = Bukankah aku ini keledaimu (Aton = keledai betina) yang kau tunggangi selama hidupmu sampai sekarang? Pernahkah aku berbuat demikian kepadamu? (Bil. 21:30)".
Nabi Yesaya bahkan mengatakan bahwa keledai jauh lebih pandai dari pada Israel. Ini memang penyataan yang cukup pedas yang mau membongkar kebodohan bangsa Israel yang sesungguhnya di mana mereka melupakan Allah mereka dan lebih mudah terbujuk untuk menyembah kepada allah-allah lain. Yesaya mencatat demikian:
"Yada shor konehu vakhamor evus be'alav Yisrael lo yada ami lo hitbonan = lembu mengenal pemiliknya tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umatKu tidak memahaminya (Yes. 1:3)".
Saudaraku...
Jika Tuhan Yesus menunggang seekor keledai saat memasuki kota Yerusalem, maka sesungguhnya Yesus memelihara tradisi paling kuno di Israel, yakni para Raja dan para pemimpin rohaninya dahulu menjadikan keledai sebagai alat tunggangan mereka. Karena itu, bagi saya, sesungguhnya keledai atau bagal memiliki citra positif dalam konsep Alkitab. Ia menjadi lambang kekuatan, yang dapat melintasi berbagai kesulitan, mengenali tentang kehadiran realitas ilahi dan menjadi kebesaran bagi tokoh-tokoh rohani dan raja Daud serta Salomo pada awalnya sebelum kuda masuk ke negeri Israel. Dan hal ini jugalah yang menjadi dasar bagi para nabi untuk menubuatkan tentang kedatangan Sang Mesias yang akan memasuki Yerusalem dengan menunggang seekor keledai.
Peran keledai menjadi terpinggirkan seiring dengan masuknya kuda. Kuda yang berbadan kekar, lebih kuat dari pada keledai, lebih kencang larinya dibandingkan keledai yang hanya berjalan lamban; dan hal inilah yang menjadikan kuda sebagai simbol kekuatan, keperkasaan, keagungan dan kehormatan. Karena kuda telah menjadi alat pembanding, maka keledai dipandang remeh dan tidak memiliki arti lagi.
Saudaraku...
Dalam kaitan dengan pergeseran makna inilah sehingga Tuhan Yesus hendak mengembalikan pesan-pesan moral dari Alkitab yang kini telah hilang oleh pandangan dunia ini. Betapa keledai yang telah direndahkan dan dipandang hina oleh dunia sesudah Raja Salomo sampai pada zaman Yesus bahkan dunia zaman modern, justru menjadi pilihan Sang Mesias untuk memasuki kota Yerusalem. Betapa Yesus yang adalah Allah Yang Besar, Yang Agung, Yang Mulia; justru menjatuhkan pilihan pada sesuatu yang telah dihinakan oleh dunia dan dipandang sebagai aib bahkan kutuk.
Dari sinilah pikiran saya terbuka bahwa perarakan Sang Mesias dengan mengendarai seekor keledai yang menjadi tunggangan kaum termarginalkan bahkan dianggap hanya orang bodoh yang mau memilihnya, telah menjadi awal bagi suatu perarakan besar bagi Sang Mesias yang dihinakan dengan memanggul salibNya menuju ke Bukit Golguta. Ternyata pilihan Allah yang jatuh pada keledai sebagai alat tunggangan memasuki kota yang dipandang Suci itu (Yerusalem) mengandung konsekwensi yang begitu berat bagi Sang Mesias, yakni diriNya sendiri akan menjadi alat tunggangan bagi beban yang dipandang hina dan kutuk yakni SALIB. Inilah pilihan yang beresiko, di mana Sang Mesias dibuat kehilangan kehormatanNya dan menjadi bahan cemoohan; tetapi hanya dengan jalan itulah maka Allah mengembalikan manusia pada hakekatnya yang semula, yakni sebagai Gambar dan Rupa Allah (Kej. 1:26).
KELEDAI dan SALIB itu adalah bukti dari Cinta Tuhan yang sempurna bagi saudara dan saya. Karena itu....bersyukurlah.
Selamat bercensura morum.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkatimu.
No comments:
Post a Comment