Laman

Tuesday, March 6, 2018

Hidup Jauh Lebih Berharga Dari Segalanya

Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-65 tanggal 6 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).

Censura Morum hari ke-18 Masa Pra Paskah.
Kudedikasikan buat Aryanti, seorang anak yang sudah terbaring + 16 tahun akibat penyakit Hydrocefalus yang diderita ketika masih bayi.

Bacaan : Matius 6:25-34, Amsal 30:1-9.

"Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian (Mat. 6:25b)...Dua hal aku mohon kepadaMu, jangan itu Kau tolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Janganlah berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku (Ams. 30:7-9)".

Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda diberkati Tuhan.

Saudaraku....
Mungkin anda sering mendengarkan keluhan seperti ini dari orang lain, ataukah justru anda sendiri yang mengatakan seperti itu dan jujur, saya pun sering mengungkapkannya pada diri saya sendiri:

"Ach....Tuhan, mengapa hidupku tak seberuntung dengan si dia? Jabatan sama, masa kerja pun sama, tetapi mengapa dia sudah punya mobil sedang aku masih naik motor? Lebih lagi dari itu, ia sudah memiliki rumah sendiri, sedangkan aku ini masih nyewa rumah orang alias ngontrak? Apa yang salah pada diriku, mengapakah Tuhan tidak berlaku adil dengan saya? Tuhan lebih mengasihi dia dari pada saya? Padahal saya ini lebih rajin baca Alkitab, lebih rajin berdoa, lebih aktif di Gereja mengikuti kegiatan ini dan itu dan selalu masuk kepanitiaan serta sekarang sudah menjadi Majelis Gereja? Tetapi mengapa hidup saya tidak berubah?".


Belum lagi selama ini saya harus diperhadapkan dengan upaya mencari jawab atas penderitaan yang dialami oleh salah seorang anak dari warga jemaat yang sudah kurang lebih 16 tahun harus terbaring tanpa daya akibat penyakit Hydrocefalus yang dialaminya sejak dari masa bayi. Sudah satu tahun lebih sejak keberadaan saya sebagai seorang hamba Tuhan di Jemaat Masale mencari jawab atas kondisi yang dialami oleh ARYANTI. Dan karena itu, -(pikirku; ini mungkin jalan yang terbaik)-, pada akhirnya kondisi ini harus dibuka ke publik agar semua orang tahu bahwa betapa berharganya kehidupan itu sehingga walau harus terbaring lemah, Aryanti punya hak juga untuk menikmati hidup dalam keceriaan dan damai sejahtera. Tapi mungkinkah hal itu jadi realita dalam kondisi yang demikian?  Aku pun bertanya:

"Ada apa dengan semua deritamu anakku, Aryanti? 16 tahun bukanlah masa yang singkat engkau harus menganyam hari-harimu di atas pembaringan? Tinggal tulang-belulang yang tak melekat sempurna pada persendiannya; bernafas pun susah apalagi menelan makanan? 16 tahun, begitu ramai orang lalu-lalang disekitaran rumah sederhana tempat engkau tak dapat beranjak dari pembaringanmu; namun berita tentang deritamu bak ditelan bumi? Setahun aku diam dan tenggelam dalam perenungan; ada maksud apa Tuhan melakukan hal ini di tengah keluarga yang berjuang dan bertahan hidup dari memulung? Setiap kali aku singgah menengokmu, menyantunimu dengan uang seadanya demi sebungkus susu instan agar engkau mendapat asupan makanan buat tubuhmu yang semakin lunglai; tetapi jujur aku katakan bahwa hatiku memberontak! Dan aku hanya bisa mendoakanmu dalam kepasrahan pada maksud Sang Khalik yang tak terselami oleh akal-budiku? Tak tahan aku menyaksikanmu, sehingga aku berharap ada 1000 tangan yang terulur menjangkau dirimu dan bagiku, semoga itulah tangan Tuhan yang akan mengangkat martabatmu sebagai Makhluk Ilahi yang memberi pelajaran kehidupan bagi semua mata yang menyaksikanmu? Ach, Tuhan...ada apa dengan semua ini? Berilah aku hikmat untuk mendapat jawaban atas maksudMu, agar aku dapat berkata bahwa di balik derita selalu tersimpan harta yang mulia dan tak ternilai harganya?".

Tapi, puji Tuhan...untuk perkara ini saya mengatakan kepada seseorang ketika bertanya; mengapa anda tidak berstudi? Saya menjawab; Tuhan sedang mendidik saya melalui Sekolah Kehidupan. Tuhan sedang mendidik saya dengan banyak hal yang saya tidak bisa mendapatkan jawabannya. Tuhan sedang mendidik saya untuk terus berharap dalam situasi yang penuh ketidak pastian dan ketidak-beresan. Tuhan mendidik saya bahwa pada akhirnya segala kebanggaan yang melekat pada kemanusiaan menjadi sia-sia tanpa mata terarah ke atas sedang tangan terus bekerja untuk menyentuh sesuatu yang jijik disentuh oleh tangan yang tak mau kotor dan tergores.

Saudaraku...
Saya hanya mau mengatakan kepada anda bahwa ketika anda masih memiliki tubuh yang ideal, anda masih bisa bergerak, berjalan, beraktifitas melakukan ini dan itu; betapa bahagianya anda dibandingkan dengan Aryanti, bukan? Tetapi mengapa anda masih sering mengerutu? Mengapa anda begitu mudah mengucapkan sungut-sungut dibandingkan anda mengangkat pujian dan rasa syukur atas nikmat yang Tuhan masih berikan kepada anda? Mengapa anda terlalu sulit untuk menerima realita hidup anda ketika anda menemui ketidak-sempurnaan dalam banyak hal dalam menjalani kehidupan? Mungkin benar dan baik adanya jika anda berganti peran tentang realita kehidupan dengan orang-orang yang jauh lebih menderita dari pada anda, supaya dengan itu anda punya sedikit rasa malu pada diri anda sendiri, bahwa ternyata anda lebih beruntung dari pada orang lain?

Dalam kasus Aryanti, saya melihat rencana Tuhan untuk memberikan pelajaran tentang kehidupan yang paling hakiki buat setiap orang yang menyaksikannya: "Bahwa hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian (Mat. 6:25b)". Sebab, sadar atau tidak, seringkali manusia mengukur keadilan Tuhan dari "Bungkusan atau Packingnya", bukan pada inti kehidupan itu sendiri. Sering kita katakan bahwa Tuhan sungguh adil ketika Ia mengabulkan doa saya saat saya minta istri yang cantik atau suami yang ganteng. Tuhan sungguh adil karena Ia telah mengabulkan doa saya sehingga usaha saya berjalan lancar dan sukses. Tuhan begitu adil kepada saya karena Ia telah mengabulkan doa saya untuk memiliki rumah dengan segala perabotannya. Tuhan begitu adil kepada saya karena Ia telah mengabulkan doa saya untuk mendapatkan satu unit kendaraan roda empat menggantikan kendaraan roda dua saya. Dan tentunya, saya sendiri tidak menyalahkan pandangan anda seperti itu, tetapi bagi saya, mengukur keadilan Tuhan dengan hal-hal yang demikian sangatlah dangkal dan bahkan menurut saya, terlalu picik.

Keadilan Tuhan dinyatakan bukan semata-mata pada apa yang nampak di pelupuk mata kita. KeadilanNya dinyatakan ketika Ia masih mengizinkan kita untuk menganyam kehidupan dalam dinamika suka dan duka, sakit dan sehat, berhasil dan gagal, jatuh ataupun bangun. Karena itu "HIDUP harus Disyukuri, bukan untuk Ditangisi". Sehingga dalam konsep inilah, kita memohon agar Tuhan memberi kekuatan kepada kita untuk berdiri dalam kerendahan hati, saat kita berhasil menggapai puncak kesuksesan; dan juga diberi kekuatan untuk tetap tegar berdiri saat kita terjatuh dalam keterpurukan sambil melihat hal tersebut sebagai rencana Tuhan yang terindah untuk menggapai masa depan.

Karena itulah, firman Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk berhikmat dalam memaknai kehidupan. Khususnya dalam hal berdoa, kita dimampukan untuk berkata demikian:
"Dua hal aku mohon kepadaMu, jangan itu Kau tolak sebelum aku mati, yakni: Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapakah Tuhan itu? Atau kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku (Amsal 30:7-9)".

Dengan demikian, maka apapun keadaan anda, tidak ada alasan untuk mempersalahkan siapa-siapa saat hidup terbentur dengan kegagalan, dan tidak ada nama siapa-siapa yang diagungkan dan ditonjol-tonjolkan selain nama Tuhan, ketika hidup mencapai puncak prestasi. Syukurilah hidupmu dalam segala keadaan, sebab itulah yang berkenan kepada Tuhan. Dan untuk segala hal, inilah hikmat itu: "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu".

Selamat bercensura morum.
Selamat menghargai dan memaknai kehidupan.
Tuhan Yesus memberkatimu.

2 comments:

  1. Amin...Amin...Amin...
    Seharusnya kita senantiasa mengucap syukur kepada Tuhan dalam keadaan apapun.
    Trima kasih atas renungannya.
    TYM .

    ReplyDelete

Web gratis

Web gratis
Power of Love