Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-88 tanggal 29 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censura Morum hari ke-38 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Lukas 22:39-46.
"Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh dalam berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah (Luk. 22:44)".
Shalom Aleichem b'she Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hidup anda tetap diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya sangat terkesan dengan fakta yang dituliskan oleh penulis Injil Lukas dalam Luk. 22:44, dan saya mau sebutkan fakta itu sebagai: "Titik-titik Darah di Taman Eden". Saya bertanya dalam batin saya: Apakah mungkin hal itu terjadi? Ya...Apakah mungkin ada manusia di mana peluh yang keluar di sekujur tubuhnya itu adalah darah?.
Saya berusaha mencari tahu akan hal tersebut.
Dan ternyata...wow!
Peluh dari titik-titik darah ternyata benar adanya.
Dr. Frederick Zugibe yang adalah Kepala Penguji Medis dari Rockland County, New York, mengatakan bahwa kondisi seseorang yang peluhnya adalah darah (the bloody sweat) adalah kasus yang sudah dikenal luas, yang dalam dunia medis disebut "Hematohidrosis".
Dr. Frederick mengatakan:
"Di sekitar kelenjar keringat, ada banyak pembuluh darah yang bentuknya seperti jaring. Di bawah tekanan yang besar, pembuluh-pembuluh tersebut menyusut. Kemudian saat kegelisahan berlalu, pembuluh darah mengembang sampai mencapai ambang pecah. Pada saat itulah, darah mengalir ke kelenjar keringat. Sementara kelenjar keringat menghasilkan banyak keringat, darah terdorong ke permukaan kulit luar dan menjadi tetesan-tetesan darah".
Jadi, kasus seperti ini bisa saja terjadi ketika seseorang sedang mengalami tekanan batin yang sangat besar. Dan saya sendiri percaya bahwa Lukas Sang Tabib yang menulis kitab Injil ini sangat memperhatikan hal tersebut dan ia pasti mempunyai pesan khusus di balik fakta "The Bloody Sweat".
Memasuki Kamis Putih, saya terinspirasi dengan pesan moral di balik fakta ini. Bahwa betapa Taman Getsemani menjadi tempat pertarungan yang sangat dahsyat, di mana Tuhanku Yesus sedang berperang dengan batinNya. Sangking beratnya pertarung tersebut, Ia sangat ketakutan.
Saya membayangkan tubuh Tuhanku bergetar keras karena gemetar menghadapi dorongan batinNya yang begitu kuat untuk menentang atau menolak pilihan Sang Bapa, sebuah pilihan yang tidak masuk di akal, di mana Ia harus rela menyerahkan hidupNya sebagai tumbal atas dosa manusia. Ia takut dan Ia gemetar bukan karena bayangan kematian itu, tetapi karena keinginan batinNya untuk mencari jalan aman. Menghadapi dorongan batin yang sedemikian kuatnya itu, hatiNya pun sangat sedih dan rasanya Ia mau mati (Mat. 26:38). Tampak bahwa Tuhanku sedang berdiri di persimpangan jalan, di mana batinNya berkata: "Engkau harus ke kiri", tetapi suara Sang Bapa terdengar: "Engkau harus ke kanan".
Inilah pertempuran yang sangat dahsyat yang sedang dihadapi oleh Tuhanku: "Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat. 26:39)".
Persoalan yang sedang dihadapi Tuhanku bukanlah persoalan "Kalah-Menang menghadapi musuh", tetapi persoalan tunggal, yakni "Bagaimana agar Ia tetap Menang dalam menghadapi kedirianNya". "Menang dengan hanya fokus pada tujuan kedirianNya (atau; hanya memikirkan diriNya sendiri, kesenangannya sendiri, kenikmatannya sendiri, kedamaiannya sendiri) di luar dari kehendak Sang Bapa, tetapi konsekwensinya ialah mengorbankan manusia dan dunia seanteronya. Atau Menang dengan menenangkan kedirianNya di bawah kehendak Sang Bapa, tetapi konsekwensinya adalah keselamatan manusia dan dunia seanteronya.
Dari sisi inilah maka saya dapat memaklumi bahwa pergumulan yang dialami dan dihadapi oleh Tuhanku sangat berat, dan hal itulah yang membuat peluhNya berubah menjadi darah. Karena berat pergumulan itu, maka Ia merasa ketakutan. Ia takut pada konsekwensi yang ditimbulkan oleh keputusanNya. Ia takut untuk menentang batinNya yang sesungguhnya memposisikan diriNya pada jalur yang benar, tetapi keputusan itu akan berimbas pada kehancuran dan atau kebinasaan seluruh tatanan kehidupan alam semesta, di mana manusia yang adalah ciptaan agung dari Sang Khalik itu adalah bagian dari padanya. Saya membayangkan tubuh Tuhanku yang gemetar hebat seperti orang yang sedang kedinginan di tengah hujan salju, dan sangat berharap dekapan dan kehangatan dari Sang Bapa. Di tengah kondisi seperti itulah, maka Ia semakin bersungguh-sungguh dalam berdoa. Ia semakin khusyuk dalam doaNya dan menyerahkan semua perkara itu pada keputusan Sang Bapa. Hanya dengan jalan itu, Ia merasakan kehangatan dan terbebas dari rasa takut.
Titik-titik darah yang jatuh di atas tanah, telah menuntaskan peperangan batinNya. Ternyata darahNya itu telah jatuh pada tempat yang tepat. Darah itu telah menggantikan darah yang mengotori manusia (Tanah = Adam). Darah itu telah memungkinkan tumbuhnya kehidupan yang baru. Darah itu telah mengaliri Tanah = Adam = Manusia.
Saudaraku...
Saya mau mengatakan bahwa saya justru menemukan antitesis dari Taman Eden ketika saya berada di Taman Getsemani. Di tempat ini (Getsemani), saya sungguh-sungguh merasakan kedamaian, walau di taman ini saya melihat diri saya yang sesungguhnya. Di taman ini saya merasakan sentuhan tangan kasih Tuhan, namun di taman ini juga saya melihat diri saya yang kotor dan berlumuran dosa.
Ya...di Taman ini saya menemukan antitesis: Getsemani vs Eden.
Di Taman Getsemani didemonstrasikan tentang manusia yang taat sepenuhnya pada natur yang sudah ditentukan baginya, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang berusaha menentang natur yang telah ditentukan baginya.
Di Taman Getsemani didemontrasikan tentang manusia yang semakin larut dalam kerendahan dengan menyatakan ketaatan pada Kehendak Allah saat tekanan dan cobaan datang menerpa, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang lari dari kenyataan dan memberontak pada kehendak Allah dengan mengikuti suara batinnya ingin sama seperti Allah.
Di Taman Getsemani didemonstrasikan tentang manusia yang semakin mendekatkan diri pada Allah ketika cobaan yang berat datang menekan, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang lari dari kenyataan dan menjauhkan dirinya dari hadapan Allah.
Di Taman Getsemani didemonstrasikan tentang manusia yang bertanggung jawab atas keputusannya dan rela menerima konsekwensi dari pilihannya, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang tidak bertanggung jawab atas keputusan dan tidak rela menerima konsekwensi dari pilihannya sehingga mencari pembenaran diri dengan mengkambing-hitamkan sekelilingnya.
Ya...Taman Getsemani telah memulihkan kerusakan yang terjadi di Taman Eden, di mana titik-titik darah itu telah mengaliri seluruh taman yang kerontang dan kini tumbuh kehidupan yang baru.
Karena itu saudaraku...
Betapa saya berharap agar di Kamis Putih ini, anda pun termotivasi untuk turut merasakan situasi Taman Getsemani: "Mencekam, menggetarkan, menakutkan, semua tampak tak berwujud, gelap dan pekat". Karena itu, apabila anda sungguh-sungguh menyadari betapa berat beban pergumulan yang dihadapi dan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus karena dosa-dosa anda, maka sudah sewajarnyalah anda menyerahkan seluruh kehidupan anda di bawah otoritas kekuasaanNya; sehingga bukan lagi ego anda yang berkuasa atas hidup anda, tetapi Kristuslah yang ada dan yang berkuasa dalam hidup anda.
Selamat bersambut penyelamatan yang dikerjakan oleh Kristus.
Selamat Hari Kamis Putih.
Selamat bercensura morum.
Tuhan Yesus memberkati kehidupan anda.
(Masale, hari ke-88 tanggal 29 Maret 2018 - Pdt. Joni Delima).
Censura Morum hari ke-38 Masa Pra Paskah.
Bacaan : Lukas 22:39-46.
"Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh dalam berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah (Luk. 22:44)".
Shalom Aleichem b'she Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hidup anda tetap diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya sangat terkesan dengan fakta yang dituliskan oleh penulis Injil Lukas dalam Luk. 22:44, dan saya mau sebutkan fakta itu sebagai: "Titik-titik Darah di Taman Eden". Saya bertanya dalam batin saya: Apakah mungkin hal itu terjadi? Ya...Apakah mungkin ada manusia di mana peluh yang keluar di sekujur tubuhnya itu adalah darah?.
Saya berusaha mencari tahu akan hal tersebut.
Dan ternyata...wow!
Peluh dari titik-titik darah ternyata benar adanya.
Dr. Frederick Zugibe yang adalah Kepala Penguji Medis dari Rockland County, New York, mengatakan bahwa kondisi seseorang yang peluhnya adalah darah (the bloody sweat) adalah kasus yang sudah dikenal luas, yang dalam dunia medis disebut "Hematohidrosis".
Dr. Frederick mengatakan:
"Di sekitar kelenjar keringat, ada banyak pembuluh darah yang bentuknya seperti jaring. Di bawah tekanan yang besar, pembuluh-pembuluh tersebut menyusut. Kemudian saat kegelisahan berlalu, pembuluh darah mengembang sampai mencapai ambang pecah. Pada saat itulah, darah mengalir ke kelenjar keringat. Sementara kelenjar keringat menghasilkan banyak keringat, darah terdorong ke permukaan kulit luar dan menjadi tetesan-tetesan darah".
Jadi, kasus seperti ini bisa saja terjadi ketika seseorang sedang mengalami tekanan batin yang sangat besar. Dan saya sendiri percaya bahwa Lukas Sang Tabib yang menulis kitab Injil ini sangat memperhatikan hal tersebut dan ia pasti mempunyai pesan khusus di balik fakta "The Bloody Sweat".
Memasuki Kamis Putih, saya terinspirasi dengan pesan moral di balik fakta ini. Bahwa betapa Taman Getsemani menjadi tempat pertarungan yang sangat dahsyat, di mana Tuhanku Yesus sedang berperang dengan batinNya. Sangking beratnya pertarung tersebut, Ia sangat ketakutan.
Saya membayangkan tubuh Tuhanku bergetar keras karena gemetar menghadapi dorongan batinNya yang begitu kuat untuk menentang atau menolak pilihan Sang Bapa, sebuah pilihan yang tidak masuk di akal, di mana Ia harus rela menyerahkan hidupNya sebagai tumbal atas dosa manusia. Ia takut dan Ia gemetar bukan karena bayangan kematian itu, tetapi karena keinginan batinNya untuk mencari jalan aman. Menghadapi dorongan batin yang sedemikian kuatnya itu, hatiNya pun sangat sedih dan rasanya Ia mau mati (Mat. 26:38). Tampak bahwa Tuhanku sedang berdiri di persimpangan jalan, di mana batinNya berkata: "Engkau harus ke kiri", tetapi suara Sang Bapa terdengar: "Engkau harus ke kanan".
Inilah pertempuran yang sangat dahsyat yang sedang dihadapi oleh Tuhanku: "Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat. 26:39)".
Persoalan yang sedang dihadapi Tuhanku bukanlah persoalan "Kalah-Menang menghadapi musuh", tetapi persoalan tunggal, yakni "Bagaimana agar Ia tetap Menang dalam menghadapi kedirianNya". "Menang dengan hanya fokus pada tujuan kedirianNya (atau; hanya memikirkan diriNya sendiri, kesenangannya sendiri, kenikmatannya sendiri, kedamaiannya sendiri) di luar dari kehendak Sang Bapa, tetapi konsekwensinya ialah mengorbankan manusia dan dunia seanteronya. Atau Menang dengan menenangkan kedirianNya di bawah kehendak Sang Bapa, tetapi konsekwensinya adalah keselamatan manusia dan dunia seanteronya.
Dari sisi inilah maka saya dapat memaklumi bahwa pergumulan yang dialami dan dihadapi oleh Tuhanku sangat berat, dan hal itulah yang membuat peluhNya berubah menjadi darah. Karena berat pergumulan itu, maka Ia merasa ketakutan. Ia takut pada konsekwensi yang ditimbulkan oleh keputusanNya. Ia takut untuk menentang batinNya yang sesungguhnya memposisikan diriNya pada jalur yang benar, tetapi keputusan itu akan berimbas pada kehancuran dan atau kebinasaan seluruh tatanan kehidupan alam semesta, di mana manusia yang adalah ciptaan agung dari Sang Khalik itu adalah bagian dari padanya. Saya membayangkan tubuh Tuhanku yang gemetar hebat seperti orang yang sedang kedinginan di tengah hujan salju, dan sangat berharap dekapan dan kehangatan dari Sang Bapa. Di tengah kondisi seperti itulah, maka Ia semakin bersungguh-sungguh dalam berdoa. Ia semakin khusyuk dalam doaNya dan menyerahkan semua perkara itu pada keputusan Sang Bapa. Hanya dengan jalan itu, Ia merasakan kehangatan dan terbebas dari rasa takut.
Titik-titik darah yang jatuh di atas tanah, telah menuntaskan peperangan batinNya. Ternyata darahNya itu telah jatuh pada tempat yang tepat. Darah itu telah menggantikan darah yang mengotori manusia (Tanah = Adam). Darah itu telah memungkinkan tumbuhnya kehidupan yang baru. Darah itu telah mengaliri Tanah = Adam = Manusia.
Saudaraku...
Saya mau mengatakan bahwa saya justru menemukan antitesis dari Taman Eden ketika saya berada di Taman Getsemani. Di tempat ini (Getsemani), saya sungguh-sungguh merasakan kedamaian, walau di taman ini saya melihat diri saya yang sesungguhnya. Di taman ini saya merasakan sentuhan tangan kasih Tuhan, namun di taman ini juga saya melihat diri saya yang kotor dan berlumuran dosa.
Ya...di Taman ini saya menemukan antitesis: Getsemani vs Eden.
Di Taman Getsemani didemonstrasikan tentang manusia yang taat sepenuhnya pada natur yang sudah ditentukan baginya, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang berusaha menentang natur yang telah ditentukan baginya.
Di Taman Getsemani didemontrasikan tentang manusia yang semakin larut dalam kerendahan dengan menyatakan ketaatan pada Kehendak Allah saat tekanan dan cobaan datang menerpa, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang lari dari kenyataan dan memberontak pada kehendak Allah dengan mengikuti suara batinnya ingin sama seperti Allah.
Di Taman Getsemani didemonstrasikan tentang manusia yang semakin mendekatkan diri pada Allah ketika cobaan yang berat datang menekan, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang lari dari kenyataan dan menjauhkan dirinya dari hadapan Allah.
Di Taman Getsemani didemonstrasikan tentang manusia yang bertanggung jawab atas keputusannya dan rela menerima konsekwensi dari pilihannya, tetapi di Taman Eden didemonstrasikan tentang manusia yang tidak bertanggung jawab atas keputusan dan tidak rela menerima konsekwensi dari pilihannya sehingga mencari pembenaran diri dengan mengkambing-hitamkan sekelilingnya.
Ya...Taman Getsemani telah memulihkan kerusakan yang terjadi di Taman Eden, di mana titik-titik darah itu telah mengaliri seluruh taman yang kerontang dan kini tumbuh kehidupan yang baru.
Karena itu saudaraku...
Betapa saya berharap agar di Kamis Putih ini, anda pun termotivasi untuk turut merasakan situasi Taman Getsemani: "Mencekam, menggetarkan, menakutkan, semua tampak tak berwujud, gelap dan pekat". Karena itu, apabila anda sungguh-sungguh menyadari betapa berat beban pergumulan yang dihadapi dan yang ditanggung oleh Tuhan Yesus karena dosa-dosa anda, maka sudah sewajarnyalah anda menyerahkan seluruh kehidupan anda di bawah otoritas kekuasaanNya; sehingga bukan lagi ego anda yang berkuasa atas hidup anda, tetapi Kristuslah yang ada dan yang berkuasa dalam hidup anda.
Selamat bersambut penyelamatan yang dikerjakan oleh Kristus.
Selamat Hari Kamis Putih.
Selamat bercensura morum.
Tuhan Yesus memberkati kehidupan anda.
Amin...Amin...Amin...
ReplyDeleteTrima kasih atas refleksinya.
Selamat Hari Kamis Putih.
TYM .
Amin.
ReplyDelete