Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-97 tanggal 7 April 2018 - Pdt. Joni Delima).
Persembahan Khusus Untuk Bulan Diakonia.
Bacaan : Yesaya 1:10-20:.
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacad di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (Yak. 1:27)".
Shabbath Shalom bagimu.
Semoga hari ini kehidupan anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya adalah orang yang paling cepat tersentuh jika melihat seseorang itu hidup dalam kemelaratan. Selalu saja timbul pertanyaan dalam hati saya: "seandainya saya mempunyai harta yang berlimpah, saya akan mengumpulkan mereka dan melayani mereka seperti saya melayani diri saya sendiri". Sekalipun demikian, walau saya tidak mempunyai harta yang melimpah, tetapi hal tersebut tidak akan pernah menghalangi saya untuk mengulurkan tangan kepada mereka, walau itu hanya sebatas doa dan memberi dorongan semangat hidup kepada mereka bahkan kalau pun saya punya sesuatu untuk saya berikan, maka saya memberikannya tanpa banyak berpikir tentang bagaimana diri saya sendiri selanjutnya. Yang hanya menghantui pikiran saya ketika melakukan perkunjungan diakonia ialah, seandainya saya mengalami keadaan seperti mereka, tentu saya juga sangat berharap uluran tangan kasih dari orang lain.Tentulah yang ada dalam pikiran saya hanyalah bagaimana saya mendapatkan sesuap nasi untuk menyambung hidup hari esok.
Karena itu, selalu saya berkesimpulan bahwa di setiap berkat yang saya terima dari Tuhan, sebagian dari padanya adalah titipan buat orang lain dan Tuhan mempercayakan hal tersebut melalui saya untuk saya teruskan kepada sesama saya yang hidup dalam kekurang-beruntungan. Sungguh saya tersentuh dan terkesan dengan ucapan Tuhan Yesus kepada Thomas: "karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu (Yoh. 12:8)". Orang miskin atau mereka yang hidup dalam kekurang-beruntungan tidak akan pernah hilang di hadapan saya; mereka akan selalu ada dan akan tetap ada mengiringi perjalanan pelayanan saya sebagai seorang hamba Tuhan, sampai kedatangan Kristus yang kedua.
Mengapa mereka ada?.
Mereka ada dan akan tetap ada agar dengan keberadaan itu, kita mendapatkan kesempatan untuk menghadirkan kuasa dan kasih Allah kepada mereka. Hanya dengan itu, -(menyentuh dan merasakan kehidupan mereka yang miskin)-, berita Injil atau Berita Sukacita dari Allah, akan mendarat tepat pada sasarannya. Sebab adalah sebuah kebohongan jika anda memberitakan kebaikan kepada mereka yang dalam kondisi yang sekarat sedangkan, tangan anda sendiri tidak terulur untuk menolong dan mengangkat mereka dari kondisinya itu. Adalah sebuah kenistaan bagi Injil yang anda beritakan jika hati anda tidak tergerak oleh belas kasihan untuk menolong mereka yang sedang ada dalam kondiri yang sangat memprihatinkan; lapar, haus, telanjang, sakit dan meregang nyawa.
Betapa Yesus, Sang Raja Agung itu marah jika mulut anda hanya tahu menyerukan nama Tuhan, namun hati anda hambar kasih saya terhadap sesama. Tidakkah Ia berkata: "Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku orang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang yang paling ini ini, kamu telah melakukannya juga untuk Aku (Mat. 25:41-43, 45)".
Saudaraku...
Saya mau menegaskan kepada anda bahwa Kemiskinan, Kemelaratan dan Penderitaan karena Kepapaan hampir setua umur umat manusia. Meskipun norma dan etika hidup bermasyarakat menjamin tentang kepedulian terhadap kehidupan mereka yang miskin dan melarat, bahkan Hukum Allah dengan tegas bertujuan untuk melindungi dan meringankan beban penderitaan mereka, tetapi masih saja ada orang yang pura-pura tidak tahu akan hal tersebut. Dalam tradisi umat Perjanjian Lama, setiap orang harus memperhatikan kehidupan saudaranya yang miskin. Karena itu, setiap buah yang jatuh dari pohonnya ataupun gandum dan jelai yang tercecer saat panen raya, maka mereka diperintahkan untuk tidak memungutnya. Sebab itu adalah hak buat mereka yang miskin. Bahkan ketika umat memanen buah-buahan ataupun gandum dan jelai, maka mereka diharuskan menyisahkan (tidak dipanen habis) agar dengan itu, mereka yang hidup dalam kemiskinan mendapatkan bekal untuk hidup mereka. Namun selalu saja hal-hal tersebut diabaikan. Bahkan yang sangat parah ialah, orang miskin dijadikan barang komoditi untuk memperkaya diri segelintir orang.
Ya...ada-ada saja orang yang menari-nari di atas penderitaan sesamanya. Tidakkah nabi Yehezkiel mengacam cara orang miskin diperlakukan ketika ia mengatakan:
"Orang-orang di negeri itu terus melaksanakan rancangan untuk berbuat curang dan merampok, dan orang yang menderita dan yang miskin mereka perlakukan dengan kasar, dan penduduk asing mereka curangi tanpa keadilan (Yeh. 22:29)".
Bahkan nabi Amos menyerukan dengan keras perilaku hidup yang membuat orang miskin semakin terpuruk:
"Beginilah Firman Tuhan: karena tiga perbuatan jahat Israel, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusanKu; oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu, dan membeloikkan jalan orang sengsara (Am. 2:6, 7a)".
Situasi yang tidak jauh berbeda juga dipertontonkan oleh orang-orang pada masa pelayanan Yesus. Nampak bahwa para pemimpin agama hanya fokus pada pelayanan ritual namun tidak menaruh peduli pada pelayanan terhadap kaum terpinggirkan. Jangan salah jika kehadiran Tuhan Yesus memberi angin segar bagi mereka yang selama ini tidak tersentuh pelayanan kasih dari kaum rohaniawan dan orang-orang yang notabene berlimpah dengan harta dan kesenangan. Kehadiran Yesus menjadi jawaban atas keadaan haus dan lapar akan sentuhan pelayanan kasih dari kaum termarginalkan selama ini. Ke mana pun Yesus pergi, mereka selalu mencariNya dan berusaha untuk dekat denganNya.
Lebih-lebih lagi, ketika mereka mendengarkan pengajaran-pengajaran Tuhan Yesus yang nampak dengan jelas berpihak kepada kaum termarginalkan, membuat kaum termarginalkan seolah-olah mendapat sandaran untuk menjalani hidup mereka dan meraih asa masa depannya. Ya....Tuhan Yesus tidak sungkan-sungkan mengkritik para pemimpin umat dan pemimpin agama yang telah melupakan panggilan hakiki untuk menjadi berkat bagi orang lain. Tuhan Yesus menggambarkan mereka sebagai "Pencinta uang yang melahap rumah janda-janda dan yang lebih peduli mengurus dan menjalankan tradisi ritual dari pada mengurus orangtua yang telah lansia dan orang miskin (band.: Luk. 16:14, Luk. 20:47, Mat. 15:5, 6)".
Dan sangat menarik penggambaran yang diangkat oleh Tuhan Yesus bahwa betapa kejamnya orang yang mengklaim dirinya sebagai kaum beragama dan kaum kudus, namun ternyata kehidupan sosial mereka jauh dari tuntutan agama yang mereka ajarkan. Justru orang-orang yang dicap sebagai kaum KAFIR jauh mengerti tentang panggilan hidup bersesama dan menjadi berkat bagi mereka yang sedang sekarat. Itulah yang digambarkan dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang baik hati (Luk. 10:25-37).
Saudaraku....
Firman Tuhan hari ini sangat keras menegur kehidupan beragama umat Israel yang hanya formalisme dan kondisi beragama seperti ini disamakan oleh Tuhan seperti kehidupan bejat orang-orang Sodom dan Gomora; sehingga hukuman yang Tuhan sudah berikan bagi Sodom dan Gomora juga pantas dijatuhkan kepada umat Israel.
Memang, tak ada yang salah jika kehidupan beribadah dalam arti ritual itu berjalan dengan baik, dan tak ada juga yang salah pada perayaan-perayaan hari-hari khusus yang dilakukan dalam Bait Allah atau Sinagoge atau gedung Gereja; serta tak ada juga yang salah jika umat selalu rajin membawa persembahannya dan korban-korban syukurnya. Tetapi semua itu menjadi sia-sia dan tak berguna jika umat melalaikan hal-hal ini, yakni: "pelayanan terhadap mereka yang hidup dalam kekurangberuntungan dan keberanian untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (Yes. 1:17)".
Ibadah dalam arti Ritual (di tempat Ibadah/Gereja) yang dilakukan umat akan menjadi sempurna jika dibarengi dengan Ibadah dalam Tindakan, sebagaimana yang ditekankan oleh Rasul Yakobus:
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (Yak. 1:27)".
Selamat beribadah dengan perbuatanmu pada kaum termarginalkan.
Selamat menjadi berkat.
Selamat berdiakonia.
Tuhan Yesus memberkatimu.
(Masale, hari ke-97 tanggal 7 April 2018 - Pdt. Joni Delima).
Persembahan Khusus Untuk Bulan Diakonia.
Bacaan : Yesaya 1:10-20:.
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacad di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (Yak. 1:27)".
Shabbath Shalom bagimu.
Semoga hari ini kehidupan anda diberkati Tuhan.
Saudaraku...
Saya adalah orang yang paling cepat tersentuh jika melihat seseorang itu hidup dalam kemelaratan. Selalu saja timbul pertanyaan dalam hati saya: "seandainya saya mempunyai harta yang berlimpah, saya akan mengumpulkan mereka dan melayani mereka seperti saya melayani diri saya sendiri". Sekalipun demikian, walau saya tidak mempunyai harta yang melimpah, tetapi hal tersebut tidak akan pernah menghalangi saya untuk mengulurkan tangan kepada mereka, walau itu hanya sebatas doa dan memberi dorongan semangat hidup kepada mereka bahkan kalau pun saya punya sesuatu untuk saya berikan, maka saya memberikannya tanpa banyak berpikir tentang bagaimana diri saya sendiri selanjutnya. Yang hanya menghantui pikiran saya ketika melakukan perkunjungan diakonia ialah, seandainya saya mengalami keadaan seperti mereka, tentu saya juga sangat berharap uluran tangan kasih dari orang lain.Tentulah yang ada dalam pikiran saya hanyalah bagaimana saya mendapatkan sesuap nasi untuk menyambung hidup hari esok.
Karena itu, selalu saya berkesimpulan bahwa di setiap berkat yang saya terima dari Tuhan, sebagian dari padanya adalah titipan buat orang lain dan Tuhan mempercayakan hal tersebut melalui saya untuk saya teruskan kepada sesama saya yang hidup dalam kekurang-beruntungan. Sungguh saya tersentuh dan terkesan dengan ucapan Tuhan Yesus kepada Thomas: "karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu (Yoh. 12:8)". Orang miskin atau mereka yang hidup dalam kekurang-beruntungan tidak akan pernah hilang di hadapan saya; mereka akan selalu ada dan akan tetap ada mengiringi perjalanan pelayanan saya sebagai seorang hamba Tuhan, sampai kedatangan Kristus yang kedua.
Mengapa mereka ada?.
Mereka ada dan akan tetap ada agar dengan keberadaan itu, kita mendapatkan kesempatan untuk menghadirkan kuasa dan kasih Allah kepada mereka. Hanya dengan itu, -(menyentuh dan merasakan kehidupan mereka yang miskin)-, berita Injil atau Berita Sukacita dari Allah, akan mendarat tepat pada sasarannya. Sebab adalah sebuah kebohongan jika anda memberitakan kebaikan kepada mereka yang dalam kondisi yang sekarat sedangkan, tangan anda sendiri tidak terulur untuk menolong dan mengangkat mereka dari kondisinya itu. Adalah sebuah kenistaan bagi Injil yang anda beritakan jika hati anda tidak tergerak oleh belas kasihan untuk menolong mereka yang sedang ada dalam kondiri yang sangat memprihatinkan; lapar, haus, telanjang, sakit dan meregang nyawa.
Betapa Yesus, Sang Raja Agung itu marah jika mulut anda hanya tahu menyerukan nama Tuhan, namun hati anda hambar kasih saya terhadap sesama. Tidakkah Ia berkata: "Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku orang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang telah kamu lakukan untuk salah seorang yang paling ini ini, kamu telah melakukannya juga untuk Aku (Mat. 25:41-43, 45)".
Saudaraku...
Saya mau menegaskan kepada anda bahwa Kemiskinan, Kemelaratan dan Penderitaan karena Kepapaan hampir setua umur umat manusia. Meskipun norma dan etika hidup bermasyarakat menjamin tentang kepedulian terhadap kehidupan mereka yang miskin dan melarat, bahkan Hukum Allah dengan tegas bertujuan untuk melindungi dan meringankan beban penderitaan mereka, tetapi masih saja ada orang yang pura-pura tidak tahu akan hal tersebut. Dalam tradisi umat Perjanjian Lama, setiap orang harus memperhatikan kehidupan saudaranya yang miskin. Karena itu, setiap buah yang jatuh dari pohonnya ataupun gandum dan jelai yang tercecer saat panen raya, maka mereka diperintahkan untuk tidak memungutnya. Sebab itu adalah hak buat mereka yang miskin. Bahkan ketika umat memanen buah-buahan ataupun gandum dan jelai, maka mereka diharuskan menyisahkan (tidak dipanen habis) agar dengan itu, mereka yang hidup dalam kemiskinan mendapatkan bekal untuk hidup mereka. Namun selalu saja hal-hal tersebut diabaikan. Bahkan yang sangat parah ialah, orang miskin dijadikan barang komoditi untuk memperkaya diri segelintir orang.
Ya...ada-ada saja orang yang menari-nari di atas penderitaan sesamanya. Tidakkah nabi Yehezkiel mengacam cara orang miskin diperlakukan ketika ia mengatakan:
"Orang-orang di negeri itu terus melaksanakan rancangan untuk berbuat curang dan merampok, dan orang yang menderita dan yang miskin mereka perlakukan dengan kasar, dan penduduk asing mereka curangi tanpa keadilan (Yeh. 22:29)".
Bahkan nabi Amos menyerukan dengan keras perilaku hidup yang membuat orang miskin semakin terpuruk:
"Beginilah Firman Tuhan: karena tiga perbuatan jahat Israel, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusanKu; oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut; mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu, dan membeloikkan jalan orang sengsara (Am. 2:6, 7a)".
Situasi yang tidak jauh berbeda juga dipertontonkan oleh orang-orang pada masa pelayanan Yesus. Nampak bahwa para pemimpin agama hanya fokus pada pelayanan ritual namun tidak menaruh peduli pada pelayanan terhadap kaum terpinggirkan. Jangan salah jika kehadiran Tuhan Yesus memberi angin segar bagi mereka yang selama ini tidak tersentuh pelayanan kasih dari kaum rohaniawan dan orang-orang yang notabene berlimpah dengan harta dan kesenangan. Kehadiran Yesus menjadi jawaban atas keadaan haus dan lapar akan sentuhan pelayanan kasih dari kaum termarginalkan selama ini. Ke mana pun Yesus pergi, mereka selalu mencariNya dan berusaha untuk dekat denganNya.
Lebih-lebih lagi, ketika mereka mendengarkan pengajaran-pengajaran Tuhan Yesus yang nampak dengan jelas berpihak kepada kaum termarginalkan, membuat kaum termarginalkan seolah-olah mendapat sandaran untuk menjalani hidup mereka dan meraih asa masa depannya. Ya....Tuhan Yesus tidak sungkan-sungkan mengkritik para pemimpin umat dan pemimpin agama yang telah melupakan panggilan hakiki untuk menjadi berkat bagi orang lain. Tuhan Yesus menggambarkan mereka sebagai "Pencinta uang yang melahap rumah janda-janda dan yang lebih peduli mengurus dan menjalankan tradisi ritual dari pada mengurus orangtua yang telah lansia dan orang miskin (band.: Luk. 16:14, Luk. 20:47, Mat. 15:5, 6)".
Dan sangat menarik penggambaran yang diangkat oleh Tuhan Yesus bahwa betapa kejamnya orang yang mengklaim dirinya sebagai kaum beragama dan kaum kudus, namun ternyata kehidupan sosial mereka jauh dari tuntutan agama yang mereka ajarkan. Justru orang-orang yang dicap sebagai kaum KAFIR jauh mengerti tentang panggilan hidup bersesama dan menjadi berkat bagi mereka yang sedang sekarat. Itulah yang digambarkan dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang baik hati (Luk. 10:25-37).
Saudaraku....
Firman Tuhan hari ini sangat keras menegur kehidupan beragama umat Israel yang hanya formalisme dan kondisi beragama seperti ini disamakan oleh Tuhan seperti kehidupan bejat orang-orang Sodom dan Gomora; sehingga hukuman yang Tuhan sudah berikan bagi Sodom dan Gomora juga pantas dijatuhkan kepada umat Israel.
Memang, tak ada yang salah jika kehidupan beribadah dalam arti ritual itu berjalan dengan baik, dan tak ada juga yang salah pada perayaan-perayaan hari-hari khusus yang dilakukan dalam Bait Allah atau Sinagoge atau gedung Gereja; serta tak ada juga yang salah jika umat selalu rajin membawa persembahannya dan korban-korban syukurnya. Tetapi semua itu menjadi sia-sia dan tak berguna jika umat melalaikan hal-hal ini, yakni: "pelayanan terhadap mereka yang hidup dalam kekurangberuntungan dan keberanian untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (Yes. 1:17)".
Ibadah dalam arti Ritual (di tempat Ibadah/Gereja) yang dilakukan umat akan menjadi sempurna jika dibarengi dengan Ibadah dalam Tindakan, sebagaimana yang ditekankan oleh Rasul Yakobus:
"Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (Yak. 1:27)".
Selamat beribadah dengan perbuatanmu pada kaum termarginalkan.
Selamat menjadi berkat.
Selamat berdiakonia.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Amin.
ReplyDelete