Laman

Sunday, April 1, 2018

Memanusiakan Manusia

Sebuah Refleksi Pribadi.
(Masale, hari ke-92 tanggal 2 April 2018 - Pdt. Joni Delima).
Refleksi ini saya dedikasikan buat Tim Pelayanan Diakonia.
Gereja Toraja Jemaat Masale.

Bacaan : Lukas 4:16-30.

"Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Luk. 4:18-19)".

Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
(Salam sejahtera bagimu di dalam nama Yesus Sang Mesias).
Semoga hari ini hidup anda diberkati.

Saudaraku...
Sepanjang minggu sengsara (Minggu Pra Paskah VI), betapa moment itu telah menyita waktu saya sebagai seorang hamba Tuhan untuk lebih fokus pada pelayanan dari mimbar, sehingga sentuhan pelayan Kristus yang menjangkau kaum tertindas dan terpinggirkan serta orang-orang yang ada dalam berbagai tekanan karena pergumulan yang berat, hal tersebut hampir saja terabaikan. Karena itu, peristiwa Paskah atau Kebangkitan menjadi moment untuk melakukan sentuhan pelayanan yang sebagaimana telah dilakukan oleh Kristus agar saya pun melakukannya, terlebih memasuki Bulan Pelayanan Diakonia (April); namun itu pun tidak maksimal. Kunjungan saya sebagai seorang hamba Tuhan kepada mereka yang mengalami kelemahan tubuh permanet (dirawat di rumah) dengan melayankan Perjamuan Kudus kepada mereka, seakan-akan membuat saya harus berpacu dengan waktu untuk menjangkau pula yang lainnya, yakni mereka yang hidup dalam kekurangberuntungan atau kemelaratan. Tetapi puji Tuhan, saya harus memberi apresiasi bagi Komisi/Tim Diakonia yang tanpa mengenal lelah menjawab panggilan pelayanan sebagaimana yang sudah diamanatkan oleh Kristus bagi gerejaNya.

Saudaraku...
Membicarakan tentang panggilan pelayanan untuk berdiakonia (melayani mereka yang hidup dalam kondisi yang kurang beruntung), maka saya teringat pada seorang tokoh besar yang salah satu bukunya menjadi bacaan favorit saya, "Memanusiakan Manusia", yang kali ini saya jadikan sebagai tema refleksi, dia adalah Henri Nouwen atau lengkapnya Henri Jozef Michel Nouwen. Ia lahir di Nijkerk Gelderland, Belanda, 24 Januari 1932 dan meninggal di Hilversum, Holland Utara, 21 September 1996 dalam usia 64 tahun.

Henri Nouwen adalah seorang Pastor Diosesan Katolik dari Belanda yang cukup banyak memberi sumbangan pemikiran bagi pelayanan yang efektif di kalangan umat Katolik maupun Protestan. Ia menjadi pengajar di intitusi pendidikan yang terkemuka di dunia, yakni: Universitas Notre Dame, Universitas Yale dan Universitas Harvard. Dengan talenta dan kedudukan atau jabatan yang dimilikinya, maka Nouwen nampaknya begitu sangat mudah mencapai puncak keberhasilan.

Tetapi tahukah anda bahwa, ketika Nouwen menjalin persahabatan dengan Jean Vanier, seorang pastor katolik dari Trosly - Prancis dan Jean Vanier memperkenalkan komunitas L'Arche sehingga Nouwen tertarik lalu melibatkan diri dalam komunitas tersebut, -(sebuah Komunitas yang peduli dengan orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental)-. Dari perkenalan inilah maka spiritualitas Nouwen berubah di mana sudut pandangnya dalam memandang kehidupan dan pelayanan berubah secara total. Selama 9 bulan (1985) Nouwen terus belajar di Komunitas L'Arche lalu berangkat ke Toronto - Kanada untuk bergabung dengan L'Arche Daybreak di Richmond Hill dan ia menghabiskan waktunya 10 tahun di tempat ini.

Saudaraku...
Henri Nouwen mengambil keputusan untuk meninggalkan dunia akademis dan berusaha untuk melupakan segala bentuk pencapaian yang hanya mengarah pada kesenangan dan kebanggaan diri, dan ia pun memilih untuk melayani mereka yang cacad mental. Salah seorang yang dilayani oleh Nouwen bernama Adam Arnett, seorang penyandang disabilitas intelektual akut. Dengan penuh kasih sayang, ketelatenan dan kesabaran, Nouwen melayani Adam sepenuh hati. Nouwen sungguh-sungguh menjadi seorang ibu bagi Adam Arnett sehingga banyak orang berpikir bahwa betapa berbahagianya Adam mendapatkan seorang Nouwen.

Tetapi Nouwen membalikkan cara berpikir demikian. Bukan Adam yang diuntungkan, melainkan dirinyalah (Nouwen) yang diuntungkan. Nouwen berkata demikian:
"Justru saya yang mendapatkan banyak pelajaran tentang arti kehidupan dari Adam. Adam adalah guru kehidupan bagi saya yang mengajarkan tentang bagaimana seharusnya saya melayani sesamaku. Ya...Adam adalah guru bagi Nouwen".

Dari pengalaman dalam membangun hubungan kemanusiaan dengan Adam Arnett, maka Nouwen menulis sebuah buku yang didedikasikan buat Adam Arnett, dengan judul:
"Adam: God Beloved".

Di sini saya mau mengutip dua ungkapan Henri Nouwen yang turut mempengaruhi pikiran dan tindakan saya tentang arti melayani Tuhan:

(1). Saya ingin tahu bagaimana kita dapat mengintegrasikan kehidupan Kristus dalam masalah sehari-hari kita. Saya selalu berusaha mengartikulasikan apa yang saya hadapi. Saya berpikir bahwa jika itu sangat dalam, itu mungkin juga suatu yang sedang diperjuangkan oleh orang lain. Hal itu tentu didasarkan pada gagasan bahwa apa yang paling pribadi mungkin menjadi lebih universal -(Henri Nouwen, Catholic New Times).

(2). Berdoa, yaitu mendengarkan suara Pribadi (Tuhan) yang memanggil kita "yang dicintai", adalah belajar bahwa suara itu tidak termasuk siapapun. Di mana saya tinggal, Tuhan berdiam dengan saya dan di mana Tuhan berdiam dengan saya, saya menemukan semua saudara dan saudari saya. Maka keintiman dengan Tuhan dan solidaritas dengan semua orang adalah dua aspek dari hunian di saat sekarang yang tidak pernah dapat dipisahkan -(Henri NouwenHidup adalah Adven: Tuhan Selalu Dekat).

Saudaraku...
Betapa Allah memutar balik jalan pikiran manusia. Ketika manusia cenderung membangun persahabatan dengan mereka yang dapat memberi keuntungan, berusaha menjalin relasi dengan mereka yang berpangkat, berpengaruh, yang punya kedudukan atau jabatan, yang memiliki harta; justru Tuhan membangun relasi dengan mereka yang terpinggirkan, yang terlunta-lunta, yang sakit dan tinggal menanti ajal, yang terlupakan karena hampa jabatan, kedudukan dan kekuasaan; bahkan dengan mereka yang tidak memiliki lagi harapan akan masa depan (terpenjara). Tentu kita akan bertanya dalam hati; apa manfaat yang didapatkan dari kondisi kehidupan yang demikian?

Memang bagi anda yang berorientasi pada nilai material dalam membangun relasi kehidupan dengan sesama, maka akan sangat sulit bagi anda untuk menemukan makna di balik tindakan Allah yang berempati pada mereka yang tidak mungkin memberi keuntungan finansial. Bagi Allah, membuat mereka yang hidup dalam kondisi keterpurukan dan kekurang-beruntungan dapat TERSENYUM BAHAGIA, itu adalah sesuatu yang tidak bisa diukur dengan apapun juga. Dunia ini tidak akan pernah dapat membeli senyumam ketika manusia sedang sekarat, dunia tidak akan pernah mampu membeli senyuman ketika manusia terbuang dari kehidupan sosialnya; hanya dengan sentuhan KASIH-SAYANG dan RASA EMPATI YANG TULUS, maka wajah-wajah yang tertunduk lesu, wajah-wajah yang tidak memancarkan aura kehidupan, wajah-wajah yang tertunduk malu karena aib dan noda diri; wajah-wajah itu akan memancarkan Senyuman Ilahi karena merasa DIKASIHI.

Karena itu, dari firman Tuhan hari ini saya dapat mengatakan kepada anda:
"Justru yang dibuang orang, itulah yang dipungut oleh Kristus bagi diriNya. Justru yang dibenci orang, itulah yang didekatkan Kristus ke jantung hatiNya dan dikasihi dengan tulus. Justru yang dianggap sampah, itulah yang dirangkul, dipeluk dan dicium Kristus lalu dibawaNya pulang untuk hidup bersamaNya. Ya...Kristus telah mengabdikan dan atau mendedikasikan seluruh hidupNya untuk melayani orang-orang yang menderita, sakit, tertawan, dan orang-orang yang selama ini dipandang sebelah mata oleh dunianya. Kristus telah menanggalkan jubah kebesaranNya dan berpakaiankan pakaian seorang hamba untuk melayani (berdiakonia)". Dan hal inilah yang berusaha dilakukan oleh Henri Nouwen, meneladani Kristus dalam kepapaan, sehingga Nouwen meninggalkan keuntungan dan kecemerlangan duniawi demi melayani sesama yang menderita dan membuat mereka TERSENYUM.

Menjadi perenungan bagi kita, khususnya Warga Gereja Toraja dalam memasuki Bulan Diakonia: "Sudahkan gereja menjadi tempat yang terbuka di mana kaum papa bersambut kasih Tuhan? Sudahkah warga gereja mengambil bagian dalam kehidupan Kristus untuk memberi kehidupan melayani mereka yang hidup dalam kekurang beruntungan? Sudahkah para hamba-hamba Tuhan (Pendeta, Penatua dan Diaken) memikirkan cara-cara yang adi-kuat dengan pelayanan yang tidak lagi berorientasi pada keuntungan finansial tetapi lebih fokus pada nilai kemanusiaan untuk mengangkat martabat mereka yang hidup dalam keputus-asaan akibat kondisi kehidupannya yang miskin dan yang terbelenggu oleh rupa-rupa pergumulan yang berat? Sudahkan anda secara khusus menjadikan sesamamu sebagai manusia yang utuh: Memanusiakan manusia?".

Ingatlah bahwa, apa yang anda lakukan kepada mereka yang hidup dalam ketiadaan harapan, maka sesungguhnya anda telah melakukannya untuk Tuhan; dan untuk hal ini, anda telah memiutangi Tuhan; dan Tuhan akan membalaskan kepadanya menurut ukuran kasih karuniaNya. Tidakkah ini yang dinyatakan oleh firman Tuhan:
"Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalaskan perbuatannya itu (Ams. 19:17)".

Selamat berdiakonia.
Selamat belajar untuk mempraktekkan kehidupan yang berbelas kasih.
Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkati anda.

No comments:

Post a Comment

Web gratis

Web gratis
Power of Love