Sebuah Refleksi Pribadi.
Sekedar Perenungan Sebelum Tidur.
(Masale, hari ke-305 tanggal 31 Oktober 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan Kontemplasi : Ulangan 8:2-6.
Ane' ma'akhal lekha laila tov. Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
Semoga malam ini anda merasakan kedamaian yang luar-biasa.
Sahabatku...
Apakah anda sungguh percaya bahwa mujizat Tuhan itu masih ada?.
Tentu anda mengatakan bahwa: apa sih yang tidak mungkin bagi Allah? Kalau Tuhan itu ada maka tentu mujizatNya juga pasti ada.
Tetapi ketika anda mengalami kegagalan demi kegagalan, dan dengan segala cara anda telah tempuh untuk meraih apa yang ada mimpikan, namun tetap saja kegagalan yang anda temui; dan bisa jadi anda juga telah meminta bantuan kepada orang lain agar anda bisa mewujudkan mimpi-mimpi anda, tetapi itu pun mengalami jalan buntu, -(anda tetap gagal)-, tidakkah keyakinan anda tentang kuasa dan atau mujizat Tuhan itu mulai tergerus sehingga anda pertanyakan: "apakah benar Tuhan itu ada?".
Sahabatku...
Saya mau mengatakan hal ini, -(sebab ini adalah pengalaman pribadi saya)-, bahwa bagi orang yang tetap percaya, kegagalan demi kegagalan yang terjadi dalam perjalanan hidupnya adalah pilihan Allah yang tepat untuk mewujudkan mujizatNya yang dahsyat. Ya....benturan-benturan yang anda alami dalam setiap tapak kehidupan anda, sesungguhnya adalah cara Tuhan mempersiapkan anda untuk mengalami mujizatNya yang ajaib pada waktu perkenaanNya.
Saya sangat tertarik untuk merefleksikan pilihan Allah mengantar bangsa Israel menuju Tanah Kanaan dengan menempuh Padang Gurun, padahal ada jalan pintas, yakni melalui jalan ke negeri orang Filistin (Kel. 13:17). Saya awalnya berpikir, mengapa Tuhan justru memilih jalan yang sulit dengan melintasi padang gurun, padahal Tuhan dapat saja menyelesaikan dengan cara yang cepat seperti yang terjadi terhadap Firaun. Jikalau Mesir saja yang kuat bisa ditaklukkan, apalagi bangsa Filistin yang jauh lebih lemah dari pada bangsa Mesir pada zaman itu? Pastilah dengan mudah Tuhan menghancurkannya, bukan?
Saya baru mengerti bahwa Allah memilih jalan itu untuk menempah bangsa Israel melalui kegagalan demi kegagalan, agar dengan itu mereka semakin menempatkan Tuhan sebagai sumber jawaban atas setiap masalah yang mereka temui. Pada pihak Israel, padang gurun tidak lebih dari "KUBURAN", sehingga ketika mereka mengalami kesulitan, mereka mulai bersungut-sungut: "Apa karena tidak ada kuburan di Mesir, maka Engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang telah engkau perbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? (Kel. 14:11)".
Bukankah ini logika yang sangat aneh. Bangsa itu menyaksikan bagaimana keperkasaan Tuhan yang olehnya bangsa Mesir ditaklukkan, sekarang karena benturan demi benturan akibat kerasnya padang gurun yang memperlambat langkah mereka untuk mencapai Tanah Perjanjian, membuat mereka mempertanyakan kuasa dan kasih Tuhan, dengan memandang padang gurun sebagai KUBURAN MASSAL.
Sikap bangsa Israel sesungguhnya adalah gambaran dari sikap kita, yang begitu cepat kalah ketika mengalami kegagalan. Menghadapi krisis dan berbagai-bagai kesulitan, terkadang kita cepat menarik kesimpulan bahwa kita tidak berdaya dan rasanya mau mati saja. Anda tentu mengingat krisis yang dialami Nabi Elia, yang baru saja menaklukkan 450 nabi Baal seorang diri, tetapi menghadapi seorang Ratu Izebel, ia lari tunggang langgang dan menggerutu serta mempersalahkan Tuhan: "Cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku (1 Raja 19:4)".
Sahabatku...
Ketika anda saat ini sedang mengalami kegagalan, atau anda sedang bergumul karena beratnya pergumulan yang menekan hidup anda, saya hanya mau mengatakan hal ini kepada anda:
"Tuhan tidak menyiapkan lahan pekuburan buat anda, tetapi Ia sedang membajak lahan melalui kesulitan hidup yang anda alami, agar tercipta ladang yang subur untuk tempat persemaian benih gandumNya. Benih gandum akan jatuh di tempat yang baik, dan pada akhirnya akan tumbuh subur dan menghasilkan panen yang melimpah".
Saya tegaskan kepada anda bahwa:
"Tuhan tidak pernah merancangkan KEMATIAN untuk anda, tetapi yang dirancangkanNya adalah KEHIDUPAN. Jadi kegagalan yang anda jumpai dalam hidup bukan dimaksudkan untuk mematikan anda. Justru dengan itu, akan menolong anda menemukan jati diri anda yang sesungguhnya sebagai seorang yang percaya, sehingga dengan kegagalan itu anda semakin dekat....semakin dekat.....semakin dekat....dan terus mendekatkan diri kepada Tuhan untuk berharap kuasaNya dinyatakan, sehingga mujizatNya boleh menjadi realita kekinian dalam perjalanan hidup anda. Kuncinya adalah: anda harus berpegang pada perintah Tuhan dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya dan dengan takut akan Dia (Ul. 8:6). Hanya dengan itu, engkau akan beruntung ke manapun engkau pergi (Yos. 1:7)".
Camkan ini:
"Gagal bukan berarti Kehancuran; tetapi dengan percaya, kegagalan menjadi awal dari mujizatNya yang akan dinyatakan dalam hidup anda".
Selamat beristirahat.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Sekedar Perenungan Sebelum Tidur.
(Masale, hari ke-305 tanggal 31 Oktober 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan Kontemplasi : Ulangan 8:2-6.
Ane' ma'akhal lekha laila tov. Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
Semoga malam ini anda merasakan kedamaian yang luar-biasa.
Sahabatku...
Apakah anda sungguh percaya bahwa mujizat Tuhan itu masih ada?.
Tentu anda mengatakan bahwa: apa sih yang tidak mungkin bagi Allah? Kalau Tuhan itu ada maka tentu mujizatNya juga pasti ada.
Tetapi ketika anda mengalami kegagalan demi kegagalan, dan dengan segala cara anda telah tempuh untuk meraih apa yang ada mimpikan, namun tetap saja kegagalan yang anda temui; dan bisa jadi anda juga telah meminta bantuan kepada orang lain agar anda bisa mewujudkan mimpi-mimpi anda, tetapi itu pun mengalami jalan buntu, -(anda tetap gagal)-, tidakkah keyakinan anda tentang kuasa dan atau mujizat Tuhan itu mulai tergerus sehingga anda pertanyakan: "apakah benar Tuhan itu ada?".
Sahabatku...
Saya mau mengatakan hal ini, -(sebab ini adalah pengalaman pribadi saya)-, bahwa bagi orang yang tetap percaya, kegagalan demi kegagalan yang terjadi dalam perjalanan hidupnya adalah pilihan Allah yang tepat untuk mewujudkan mujizatNya yang dahsyat. Ya....benturan-benturan yang anda alami dalam setiap tapak kehidupan anda, sesungguhnya adalah cara Tuhan mempersiapkan anda untuk mengalami mujizatNya yang ajaib pada waktu perkenaanNya.
Saya sangat tertarik untuk merefleksikan pilihan Allah mengantar bangsa Israel menuju Tanah Kanaan dengan menempuh Padang Gurun, padahal ada jalan pintas, yakni melalui jalan ke negeri orang Filistin (Kel. 13:17). Saya awalnya berpikir, mengapa Tuhan justru memilih jalan yang sulit dengan melintasi padang gurun, padahal Tuhan dapat saja menyelesaikan dengan cara yang cepat seperti yang terjadi terhadap Firaun. Jikalau Mesir saja yang kuat bisa ditaklukkan, apalagi bangsa Filistin yang jauh lebih lemah dari pada bangsa Mesir pada zaman itu? Pastilah dengan mudah Tuhan menghancurkannya, bukan?
Saya baru mengerti bahwa Allah memilih jalan itu untuk menempah bangsa Israel melalui kegagalan demi kegagalan, agar dengan itu mereka semakin menempatkan Tuhan sebagai sumber jawaban atas setiap masalah yang mereka temui. Pada pihak Israel, padang gurun tidak lebih dari "KUBURAN", sehingga ketika mereka mengalami kesulitan, mereka mulai bersungut-sungut: "Apa karena tidak ada kuburan di Mesir, maka Engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang telah engkau perbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? (Kel. 14:11)".
Bukankah ini logika yang sangat aneh. Bangsa itu menyaksikan bagaimana keperkasaan Tuhan yang olehnya bangsa Mesir ditaklukkan, sekarang karena benturan demi benturan akibat kerasnya padang gurun yang memperlambat langkah mereka untuk mencapai Tanah Perjanjian, membuat mereka mempertanyakan kuasa dan kasih Tuhan, dengan memandang padang gurun sebagai KUBURAN MASSAL.
Sikap bangsa Israel sesungguhnya adalah gambaran dari sikap kita, yang begitu cepat kalah ketika mengalami kegagalan. Menghadapi krisis dan berbagai-bagai kesulitan, terkadang kita cepat menarik kesimpulan bahwa kita tidak berdaya dan rasanya mau mati saja. Anda tentu mengingat krisis yang dialami Nabi Elia, yang baru saja menaklukkan 450 nabi Baal seorang diri, tetapi menghadapi seorang Ratu Izebel, ia lari tunggang langgang dan menggerutu serta mempersalahkan Tuhan: "Cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku (1 Raja 19:4)".
Sahabatku...
Ketika anda saat ini sedang mengalami kegagalan, atau anda sedang bergumul karena beratnya pergumulan yang menekan hidup anda, saya hanya mau mengatakan hal ini kepada anda:
"Tuhan tidak menyiapkan lahan pekuburan buat anda, tetapi Ia sedang membajak lahan melalui kesulitan hidup yang anda alami, agar tercipta ladang yang subur untuk tempat persemaian benih gandumNya. Benih gandum akan jatuh di tempat yang baik, dan pada akhirnya akan tumbuh subur dan menghasilkan panen yang melimpah".
Saya tegaskan kepada anda bahwa:
"Tuhan tidak pernah merancangkan KEMATIAN untuk anda, tetapi yang dirancangkanNya adalah KEHIDUPAN. Jadi kegagalan yang anda jumpai dalam hidup bukan dimaksudkan untuk mematikan anda. Justru dengan itu, akan menolong anda menemukan jati diri anda yang sesungguhnya sebagai seorang yang percaya, sehingga dengan kegagalan itu anda semakin dekat....semakin dekat.....semakin dekat....dan terus mendekatkan diri kepada Tuhan untuk berharap kuasaNya dinyatakan, sehingga mujizatNya boleh menjadi realita kekinian dalam perjalanan hidup anda. Kuncinya adalah: anda harus berpegang pada perintah Tuhan dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya dan dengan takut akan Dia (Ul. 8:6). Hanya dengan itu, engkau akan beruntung ke manapun engkau pergi (Yos. 1:7)".
Camkan ini:
"Gagal bukan berarti Kehancuran; tetapi dengan percaya, kegagalan menjadi awal dari mujizatNya yang akan dinyatakan dalam hidup anda".
Selamat beristirahat.
Tuhan Yesus memberkatimu.
Amin...Amin...Amin...
ReplyDeleteTrima kasih atas refleksinya.
TYM