
Sekedar Perenungan Sebelum Tidur.
(Masale, hari ke-299 tanggal 25 Oktober 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan Kontemplasi : Ayub 7:1-10.
Ane' ma'akhal lekha laila tov. Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
Semoga malam ini tidur anda penuh dengan kedamaian dan keceriaan.
Sahabatku....
Firman Tuhan senantiasa mengajari kita bahwa hidup kita ini terikat dengan waktu. Artinya, hidup yang kita hidupi dalam kaitannya dengan keberadaan atau eksistensi kita di dunia ini tidak bersifat abadi. Hidup di dunia ini hanyalah kesementaraan. Dan karena kesementaraan inilah maka dengan apapun juga manusia berjuang untuk menambah barang sejengkal saja dari jalan hidupnya, adalah sebuah kesia-siaan manakala kontrak hidup di dunia ini diakhiri.
Karena itu, tidaklah mengherankan manakala tubuh semakin melemah dan mulai dirongrong sakit-penyakit, maka manusia mulai merasa resah dan gelisah bahkan ketakutan untuk menghadapi bayang-bayang kematiannya. Dan dalam hal inilah, setiap kita harus memiliki hati yang bijaksana dalam mengelolah kehidupan selagi Tuhan memberi waktu untuk hal tersebut. Ketika bayang-bayang kematian itu menjadi sebuah kengerian, maka sudah waktunya sebelum hal itu tiba, anda mengisi hidup ini dengan berbagai kebajikan.
Sahabatku...
Ayub berbicara tentang realita dari hidup yang singkat itu dengan mengibaratkannya seperti hembusan nafas. Dan ketika semuanya berakhir, maka hidup dan waktu itu tidak dapat kembali lagi. Ya...inilah yang dikatakannya: "Demikianlah juga orang yang turun dalam dunia orang mati tidak akan muncul kembali untuk memulai kehidupan dalam ruang dan waktu di dunia yang sama ini".
Ayub dengan jujur menggambarkan kecepatan melajunya waktu lebih daripada torak (alat pemintal atau alat tenun). Ketika mesin tenun berputar dengan cepat dalam jaringannya, maka hanya tukang tenun yang tahu hasil akhir dari pekerjaannya. Jadi walau pun semua harus diakhiri, tetapi yang lebih utama adalah hasil akhir dari kehidupan anda; "apakah anda sudah menorehkan yang baik, ataukah justru anda menorehkan yang buruk?".
Karena itu, bagi saya, betapa indah syair dari lagu ciptaan Pdt. Wilhelmus Latumahina dengan judul: "Hidup Ini Adalah Kesempatan". Lagu ini adalah khotbah yang sesungguhnya tentang "Hidup Yang Berarti", sehingga ketika ajal menjemput, maka tidak ada kata sesal. Mari simak syair lagu tersebut:
Hidup ini adalah kesempatan.
Hidup ini untuk melayani Tuhan.
Jangan sia-siakan apa yang Tuhan bri.
Hidup ini hanya sementara.
Hidup ini adalah kesempatan.
Hidup untuk melayani Tuhan.
Jangan sia-siakan apa yang Tuhan bri.
Hidup ini harus jadi berkat.
Oh Tuhan pakailah hidupku, selagi aku masih kuat.
Bila saatnya nanti kutak berdaya lagi.
Hidup ini sudah jadi berkat.
Karena itu hai sahabat-sahabatku...
Ketika nafas hidup ini masih ada dan anda masih diberi kekuatan untuk melangkah serta juga diberi kemampuan untuk berpikir; maka lakukanlah yang terbaik untuk dirimu, untuk sesamamu, untuk duniamu dan untuk Tuhanmu. Sebab tidak akan selamanya kita akan tetap ada dan berdiri di tengah dunia ini; tidak selamanya kita kuat, tidak selamanya kita jaya dan tidak selamanya kita hidup.
Camkanlah hal ini:
"Hari-hari hidup kita hanyalah hembusan nafas. Untuk itulah maka buatlah hidup anda jadi berkat bagi semua, sebelum semua hal dalam hidup anda diakhiri. Langkah awal yang tepat memang sangat baik, tetapi hasil akhir dari hidup anda, itu jauh lebih baik lagi".
Selamat beristirahat.
Tuhan Yesus memberkatimu.
No comments:
Post a Comment