
Sekedar Perenungan Sebelum Tidur.
(Masale, hari ke-310 tanggal 5 November 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan Kontemplasi : Matius 5:20-24.
Ane' ma'akhal lekha laila tov. Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
Semoga malam ini anda tetap diberkati oleh Tuhan.
Sahabatku....
Saya pernah membaca ulasan yang berkaitan dengan kondisi kekinian bangsa ini, bahwa sebagian besar rakyat di negeri ini mengalami apa yang disebut "Over Dosis Agama". Sangking ber-AGAMA-nya, maka mereka tidak tega jika "Rasa Beragamanya" diusik oleh pihak lain.
Over Dosis Agama membutakan mata kemanusiaan, sehingga sesamanya tidak dipandang sebagaimana ia memandang dan menghargai dirinya sendiri. Over Dosis Agama membuat seseorang bertindak di luar batas-batas kemanusiaan.
Kalau demikian:
"Salahkah beragama?".
Oh....tidak!.
Saya mau menegaskan bahwa, Agama adalah sarana bagi setiap orang untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan sekaligus sarana untuk menikmati hidup bersesama yang tenteram dan damai. Karena itu, Agama tidak hanya berbicara tentang AQIDAH, tetapi Agama juga berbicara tentang AQKHLAK. Agama tidak hanya bersinggungan dengan ABLUMINALLAH, tetapi juga bersinggungan dengan ABLUMINANNAS. Agama tidak hanya membawa "Sorga menyentuh bumi", tetapi juga "Mengantar bumi untuk Menyentuh Sorga".
Karena itu, nilai dan rasa ber-Agama tidak boleh meniadakan salah satunya: Agama tidak boleh hanya mengagungkan Allah lalu menindas sesama, demikian juga sebaliknya, tidak boleh hanya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tetapi pada pihak lain menginjak-injak kekudusan Allah.
Sahabatku...
Saya teringat tentang kisah perjumpaan, -(yang bagi saya secara pribadi)-, kisah perjumpaan tersebut sangat inspiratif untuk kembali meredefinisi ulang tentang hidup beragama yang sesungguhnya. Kisah yang saya maksud adalah perjumpaan antara seorang tokoh pejuang dan negarawan besar India yang bernama Mahatma Gandhi dengan seorang misionaris yang bertugas di India bernama Stanley Jones.
Mahatma Gandhi sangat menggandrungi sosok Tuhan Yesus yang begitu sederhana serta penuh dengan kelemah-lembutan. Gandhi pun sangat terkesan dengan ajaran-ajaran Tuhan Yesus, khususnya "Khotbah Yesus di Bukit". Begitu banyak pandangan-pendangan dan gagasan-gagasan Gandhi berasal dari ajaran-ajaran Tuhan Yesus, namun sampaiu ajalnya, Gandhi tidak pernah menyatakan dirinya sebagai orang Kristen.
Suatu waktu, Stanley Jones bertanya kepada Gandhi:
"anda sering mengutip ucapan-ucapan Tuhan Yesus, namun mengapa anda sangat keras menolak untuk menjadi pengikut Yesus?".
Gandhi menjawab:
"Saya tidak pernah menolak Yesusmu, dan jujur saya harus akui bahwa saya sangat suka pada Yesusmu. Tetapi saya tidak suka dengan orang Kristen-mu. Jika orang Kristen benar-benar hidup menurut ajaran Yesus seperti yang diajarkan dalam Alkitab, maka saya yakin hari ini seluruh India sudah menjadi Kristen".
Sahabatku....
Apa yang dikatakan Gandhi adalah sebuah fakta. Rasa atau selera ber-Agama kita sangat tinggi, bahkan kalau boleh dikatakan bahwa sudah melampaui batas normal, -(ya....bagi saya sudah abnormal)-, tetapi sangat disayangkan, ternyata praktek hidup, di mana nilai-nilai ber-Agama harus didemonstrasikan, justru mengalami dekadensi (kemerosotan). Jujur harus diakui bahwa orang yang hanya tahu tentang hal-hal yang berkaitan dengan Firman Tuhan namun melanggar Firman itu, maka yang bersangkutan sebenarnya telah menjadi "Penista Agamanya sendiri". Mulut sangat mudah melafalkan nama Tuhan, namun tingkah langkah justru telah menyimpang jauh dari jalan Tuhan. Akibatnya, hidup tidak menjadi berkat bagi sesama dan bagi dunia, melainkan menjadi "Batu Sandungan".
Sahabatku....
Gesekan yang terjadi antara Yesus dengan orang-orang Farisi bukan pada soal-soal Aqidah, tetapi lebih pada persoalan Aqkhlak. Di mata Tuhan Yesus, kehidupan dalam hal Aqidah orang-orang Farisi ada pada level yang tertinggi, tetapi kehidupan yang berhubungan dengan interaksi sesama dan alam lingkungan, berada jauh di bawah level terendah. Merasa benar karena menguasai ajaran Agama justru membuat mereka sombong lalu mengkofar-kafirkan sesamanya. Dan di mata Tuhan Yesus, kehidupan yang demikian sangatlah bobrok.
Yesus bersabda:
"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh dengan rampasan dan kerakusan. Hai orang-orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih. Celakalah kamu hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilamur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh dengan kemunafikan dan kedurjanaan (Mat. 23:25-28)".
Sahabatku....
Saya mau menegaskan hal ini kepada anda:
"Hidup keagamaan anda yang benar tidak ditentukan oleh kefasihan anda dalam melantunkan Sabda Ilahi, tetapi sangat ditentukan oleh kemampuan anda untuk mentransfer pesan moral dari Sabda Ilahi lelu menjadikan itu sebagai Gaya Hidup/Lifestyle dalam membangun kehidupan bersesama yang santun dan terhormat. Ketika orang merasa suka dengan anda karena perbuatan-perbuatan anda, maka sesungguhnya mereka suka dengan agama anda. Tetapi jika orang muak dengan kelakuan anda maka sesungguhnya mereka sangat muak dengan kehidupan beragama anda".
(Goresan tangan tertanggal 25 November 2016. Sayang untuk dibuang).
Selamat beristirahat.
Tuhan Yesus memberkati.
No comments:
Post a Comment