
Sekedar Perenungan Sebelum Tidur.
(Masale, hari ke-312 tanggal 7 November 2018 - Pdt. Joni Delima).
Bacaan Kontemplasi : Yohanes 15:13-17.
Ane' ma'akhal lekha laila tov. Shalom Aleichem b'shem Yeshua Ha Maschiach.
Saya terus berdoa semoga tidur anda malam ini penuh ketenangan dan kedamaian.
Sahabatku....
Ada satu ungkapan yang cukup menarik bagi saya, demikian:
"Your lifestyle, words, and attitudes reveal who truly rules your life - Gaya hidup, perkataan, dan sikap anda akan menunjukkan siapa sebenarnya yang memerintah hidup anda".
Karena itu, menjadi perenungan bagi anda yang mengklaim diri sebagai orang percaya bahkan dengan bangganya menyebut diri sebagai "anak Tuhan", bahwa apakah anda sungguh-sungguh taat melakukan kehendak Tuhan sebagai bentuk kesadaran anda bahwa Tuhanlah yang memerintah atas hidup anda, atau justru sebaliknya, anda merasa otonom atas diri anda sendiri lalu anda merasa berhak sepenuhnya mengatur diri anda dan memaksa atau mengatur Tuhan untuk mengikuti apa kemauan atau apa selera anda.
Anda bisa saja melabeli diri anda sebagai manusia agamis dengan kehidupan ritual anda, namun hal itu belum menjadi standart moral bahwa anda takluk di bawah otoritas kemahakuasaan Allah.
Saya berani mengatakan bahwa Tuhan sebenarnya tidak terlalu membutuhkan ritualisme atau akta ibadah yang formil dalam menilai hidup anda sebagai pribadi yang agamis. Tetapi Allah sedang mencari hati yang berempati pada nilai-nilai luhur yang menghargai dan menghormati serta menjunjung tinggi arti kehidupan bersama. Jika anda hanya memahami ketaatan anda pada Tuhan hanya sebatas kekushyukan dalam berdoa dan membaca ayat-ayat suci di ruang yang anda anggap kudus, yang mana di situ Allah berdiam...., ya, semisal Ruang Tabernakel atau pun Altar Suci, maka saya mau mengatakan bahwa anda adalah manusia yang paling picik dan paling munafik.
Karena bagi saya, Allah itu lebih besar daripada yang mampu anda pikirkan dan jangkauanNya jauh lebih tinggi dari apa yang dituliskan atau terkonsep dalam ayat-ayat suci yang anda kumandangkan. Allah adalah Mysterium Tremendum (Rahasia Yang Tak Terjangkau) oleh pikiran dan perasaan manusia, namun Ia adalah pribadi yang berimanensi dalam keterpurukan kaum tertindas.
Sahabatku...
Tidak salah jika Tuhan Yesus berkata:
"pada hari terakhir, banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan!, Tuhan! Bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itu Aku akan berterus-terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah daripadaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan (Mat. 7:22-23)".
Jadi, sesering apapun anda menyebut nama Tuhan, bukan menjadi jaminan bahwa anda adalah pengikutNya yang setia. Ingatlah bahwa Iblis pun mengenal dengan baik nama Yesus lebih dari yang anda kenal dan Iblis tahu bahwa kuasa yang terkandung dalam nama itu sangat dahsyat untuk menghidupkan maupun membinasakan, lebih daripada yang anda tahu.
Menaklukkan diri untuk berjalan pada maunya Tuhan, -(bukan maunya anda)-, berarti ada kesiapan diri untuk menjadi HAMPA, agar ada ruang bersama orang lain untuk merayakan kehidupan. Alkitab membahasakan ke-HAMPA-an sebagai sikap mengosongkan diri untuk menjadi HAMBA dan serupa dalam ke-MANUSIA-an (Flp. 2:7). Jika anda tidak rela meng-HAMPA-kan diri anda agar ada ruang yang tersedia bagi orang lain dalam hati anda untuk mengambil bagian bersama-sama dengan anda mengaktualisasikan kehidupan, maka anda sesungguhnya bukanlah pengikutNya.
Tuhan Yesus sendiri menganalogikan ke-HAMPA-an diri dengan istilah "Menyangkal Diri". Ia mengatakan demikian:
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku (Mat. 16:21)".
Menyangkal Diri berarti harus siap mengorbankan selera anda dan kemudian meletakkan seluruh keberadaan hidup anda di bawah otoritas Dia sambil berkata: "Jadilah kehendakMu".
Menyangkal diri dan memikul salib sambil mengikut Yesus adalah konsekwensi iman untuk meletakkan nilai-nilai luhur kehidupan bersama dengan orang lain jauh lebih utama daripada perasaan ego anda sendiri. Ketika anda memberi kehidupan anda pada orang lain yang tidak layak anda hidupi, maka sesungguhnya anda sedang menghidupi diri anda sendiri. Dan sekarang anda renungkan, apa yang pantas pada diri untuk anda tonjol-tonjolkan sehingga hal itu membuat Tuhan Yesus menjadikan anda sebagai sahabatNya?
Camkanlah hal ini:
"Anda sungguh-sungguh sahabat Yesus jika anda memandang orang lain sama seperti anda menandang Yesus".
Selamat beristirahat.
Tuhan Yesus memberkati.
Amin...Amin...Amin...
ReplyDeleteTrima kasih atas refleksinya.
TYM