Laman

Sunday, April 28, 2013

Ketelanjangan Cinta

Refleksi : Kej. 2 : 25, 25
"Sebab itu, seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang.....tetapi mereka tidak merasa malu"


Ketika sang kelana terjaga dari tidurnya, bagai sang peronda tersentak oleh sirene jaga,
yang terperanjat karena derap langkah di kesunyian malam,
tak berkutik di depan moncong senjata juru tembak,
lunglai tak berdaya di hadapan sang penjagal

Sang kelana terperangah menatap sang kelani,
tersentak dari lamunan memandang wajah ayu si buah hati,
ya.....sang kelana terkesima memandang dia yang lama dinantikan

Diraihnya tubuh sintal tak berbalutkan sehelai benang,
dirangkulnya dia dan dibaringkannya di pangkuan,
jari-jemarinya tiada henti membelai si dambaan hati,
mengusap rambut lambang mahkota kaum perempuan,
terurai bagai kumpulan anak domba yang turun dari bebukitan,
bergelombang bagai riak menyentuh bibir pantai.
Matanya tiada henti memandangi setiap lekuk tubuh sang kelani,
tertata rapi bagai hamparan bunga di taman puspa,
memancarkan nuansa keindahan,
menina-bobokan hati dalam buaian kedamaian.
Lalu ia merebahkan dirinya, terbaring di sisi sang kelani,
tertidur dalam rangkulan tangannya.
Dua insan terbuai dalam cinta, dua hati menyatu dalam kasih,
terombang-ambing dalam gelombang kasmaran,
hanyut dalam lamunan; merajut benang-benang asmara,
memadu cinta 'tuk meraih cita.

Oh.................
Inikah yang dinamakan cinta?

Sang kelana mengarungi samudera cinta tiada bertepi,
bagai burung rajawali terbang bebas melintasi cakrawala,
menukik dari ketinggian menikmati indahnya alam.
Dan dengan pandang yang tajam mencari mangsa,
menjelajah setiap ruang di sela-sela pepohonan dan bebatuan,
mengawasi hamparan savana dan gurun untuk mencari makan,
ia takkan kembali sebelum mendapatkannya.
Lalu dengan cekatan disambarnya mangsa dan dicengkeramnya,
diterbangkan tinggi menuju puncak gunung, untuk dilahap bersama sang kekasih.

Oh.................
Inikah yang dinamakan cinta?

Berjuang bagi sang buah hati, tanpa tolongan dari yang lain.
Berkarya demi dia, tanpa berharap pamrih dari padanya.
Berdaya untuknya, tanpa memohon belas kasihan.
Segala-galanya bagi dia, demi dia dan untuk dia,
karena dia ada untuk dicintai dan dia hadir untuk mencintai

Oh.............
Inikah yang dinamakan cinta?

Menikmati hidup bersama si dia; susah tiada disesali, pahit tiada dipungkiri,
malang tiada dihindari, derita tiada ditangisi.

Sesaknya hidup bukan alasan untuk berpisah,
getirnya cobaan bukan pula alasan untuk tercerai.
Kekurangan bukanlah hal yang mesti diperdebatkan,
kelebihan pun tidak dijadikan dasar untuk menyombongkan diri.

Cinta sang kelana mewujud dalam komitment, diungkapkan dalam ikrar;
dinyatakan dalam tekad, hidup bersama tanpa ketergantungan........
mendayung bahtera kehidupan bersama tanpa sokongan..........
melintasi gurun tanpa tudung...............
menahan haus dan lapar tanpa berharap..........................
ya............perjalanan cinta tanpa berharap belas kasihan dari yang lain;
melepas segala andalan, membuang segala kesombongan dan keangkuhan.

Inilah rahasia cinta, misteri yang tak terkuakkan oleh pihak ketiga.
Sesungguhnya cinta berkecamba dalam kehampaan,
berakar dalam kekosongan jiwa, tumbuh dalam ketiadaan aku,
mekar dalam kepapaan, berbuah dalam kesederhanaan.

Cinta menanggalkan segala kesemarakan dan kemewahan,
ia hanya berjubahkan kerelaan untuk melayani, berikat pinggangkan pengorbanan,
berketopongkan kesetiaan dalam derita,
dan berkasutkan pengabdian dalam kemalangan,
'tuk menabur benih kasih dalam tangisan dan ratapan.

Sang kelana berkisah, kisah perjumpaan dengan kelani:

Tiada sutera membalut tubuhku, tak merasa malu dengan ketelanjangan diriku;
demikian pula si kelani yang berdiri dalam kepolosan; tubuhnya tak tertutupi oleh tabir,
tak risih dan tak tersipu malu dalam kebugilannya.

Dua mata bertemu, dua hati bersua; berpadu dalam keheningan,
ya........tiada kata terucap, tiada senandung terdengar,
yang ada hanyalah desahan nafas, menyatu dalam hembusan sang bayu.

Ketelanjanganku bukanlah kebinalan, kebugilannya pun bukanlah hawa nafsu,
tatapan mata di antara kami bukanlah mengumbar birahi,
tetapi ketulusan untuk tidak merasa malu mengakui kekurangan,
kepolosan menerima kelemahan, dan kearifan mengakui kelebihan yang lain.

Dengan demikian.......
Ada kesediaan untuk saling menerima,
ada ketetapan hati untuk saling melengkapi,
ada tekad untuk saling memberi dan saling menopang,
ada ikrar untuk tidak mempertentangkan perbedaan;
sehingga dalam kemajemukan tumbuh kebersamaan,
menjalin warna-warni dalam sebuah harmoni,
merajut kepelbagaian jadi pelangi, menebar keindahan menghiasi cakrawala.

Kupesankan padamu hai kamu yang mengumbar nafsu,
yang memandang kemolekan tubuh dengan birahi;
sesungguhnya dalam ketelanjangan bertabur sejuta kata maaf,
dalam kebugilan bersemi selaksa pengampunan

Sekali lagi sang kelana bertutur!

Camkanlah perkataanku, dan materaikan dalam hatimu akan ucapanku;
janganlah bangkitkan gairah cinta sebelum waktunya,
janganlah mengumbar nafsu sebelum diingininya.
Sebab cinta laksana agni, berkobar seperti api Tuhan
Panasnya membakar melebihi sengatan sang surya,
teriknya melampaui mentari di kala siang tak berselimutkan mega,
cahaya cinta menembus setiap relung, melintasi segala lorong,
ia menembus jauh, hingga memisahkan tubuh dan jiwa.

Cinta membongkar segala kebusukan, menapik setiap kemunafikan.
Ia menelanjangi kebohongan, membuat kepicikan menjadi jera.

Cinta tidak menutupi kekurangan, tidak menyembunyikan kelemahan.
Ia menjadi titian emas dari kekotoran menuju kemuliaan.

Sungguh............
Cinta adalah bahasa hati, bisikan nurani dan ungkapan kalbu,
ia tidak ingin dibohongi, dan ia melihat dusta sebagai kekejian.

Harkat cinta adalah kepolosan, harapan cinta adalah kejujuran,
kemuliaan cinta adalah dalam ketulusan, keagungannya nampak dalam kasih,
martabat cinta terletak pada pengorbanan,
dan kesuciannya dinyatakan dalam penerimaan,
ya.....menerima dia yang lain apa adanya.

Oh..................
Cinta lebih berharga dari pada emas,
mahal melebihi permata,
keindahannya lebih dari pada kristal

Aku sang kelana, yang merindu pada kelani;
aku tak merasa bersalah, menyebut cinta dengan ketelanjangan.
Tidakkah DIA yang bertakhta dalam kemuliaan,
yang duduk di atas singgasana kebesaran, bersemayam di atas keagungan,
denganNYA segala sesuatu tercipta,
dalam DIA semua jadi hidup, ditata dalam harmoni dan keindahan,
yang olehNYA juga aku ada dan karenaNYA kujumpai kelani.

Tidakkah Sang Khalik melakukan hal yang sama,
menanggalkan pakaian kebesaranNYA, melepaskan jubah kemuliaanNYA,
turun dari singgasana keagungan,
mengosongkan diri dan imanent dalam kemanusiaan,
kemanusiaan yang telah bobrok oleh noda, tercela karena dosa.
Ia tak merasa malu pada ketelanjanganNYA di kayu salib,
tak risih dengan kebugilanNYA;
semua dilakukan demi dia yang dicintaiNYA;

ya..........demi kau dan aku.

Pada DIA tidak ada dendam, direlung jiwanya tak menyimpan sakit hati.
Setinggi langit di atas bumi; demikianlah cintaNYA atas diriku dan dirimu,
sejauh timur dari barat; demikian IA melempar jauh salahku dan salahmu,
seperti seorang ayah yang amat sayang pada anaknya;
demikianlah DIA menyayangi diriku dan dirimu.

Karena itu hendak kukatakan:

"Tak ada kesempurnaan tanpa kekurangan dan kebahagiaan digapai bila ada keterbukaan"

(Kudedikasikan buat isteriku "HERMIATY DAMMA")
(by: Pdt. Joni Delima)

Benda atau Kearifan

Sebuah Refleksi Pribadi
Bacaan Alkitab: Amsal 10 : 1 - 8


Seorang petani memiliki sebidang lahan, itulah harta karun yang ada padanya. Ia kemudian mengolah lahan tersebut, ia mencangkulnya kemudian menanaminya dengan berbagai jenis bibit tanaman, baik tanaman jangka panjang maupun tanaman jangka pendek. Ia kemudian membuat pagar sekeliling lahan tersebut dan di tengah-tengah lahan itu ia mendirikan menara jaga. Beberapa hari kemudian bibit itu tumbuh dan akar-akarnya mulai kuat. Ia menyianginya dan membersihkan tamanannya dari tanaman pengganggu dan tak lupa ia menaburkan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut sebagaimana yang tertera pada petunjuk penggunaannya. Ia menyiram tanamannya di kala hujan tidak turun agar tanaman-tanaman itu tidak layu lalu mati. Dengan tekun dan sabar ia menjagai lahannya dengan satu harapan bahwa apa yang ia lakukan akan memberi hasil yang baik.

Apa sebenarnya yang dilakukan sang petani tersebut?.

Ia tidak lain dan tidak bukan sedang mencangkul kearifan lalu menanam benih-benih hikmat dan dengan ketekunan dan kesabaran ia menantikan buah kebahagiaan.

Dengan perumpamaan ini saya hendak mengatakan bahwa Allah telah mengaruniakan kepada setiap orang talenta atau karunia. Namun demikian talenta atau karunia itu harus dikelolah dan ditumbuh-kembangkan agar menghasilkan buah yang baik. Kita pun harus mengawasi dan memupuk apa yang sudah kita tanam agar dapat tumbuh dengan baik. Perjuangan untuk mendapatkan buah yang baik sangat ditentukan oleh ketekunan dan kesabaran. Tidaklah mungkin apa yang kita tabur dan kita tanam sekarang seketika itu pula akan menghasilkan buah yang kita harapkan. Kita harus bersabar untuk menunggu. Jadi perjuangan untuk mendapatkan apa yang kita dambakan demi sebuah kehidupan yang lebih baik, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Mungkin kita berkata dalam hati (khususnya kaum muda) bahwa hal itu dulu, sekarang zamannya beda! Dulu pepatah: "Biar lambat asal selamat", sekarang tidak dapat dipertahankan lagi. Siapa cepat dialah yang mendapat. Tidakkah ini semboyan salah seorang tokoh di negeri ini: "Lebih cepat, lebih baik".

Memang harus kita akui bahwa dunia sekarang ditandai dengan berbagai kemudahan dan hal ini adalah dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada zaman dahulu, untuk mendapatkan pesan dari seseorang yang berada di tempat yang jauh, maka kita harus menunggu waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Namun sekarang tidak perlu menunggu lama, bahkan sekarang seseorang dapat bertatap muka secara langsung tanpa harus dibatasi oleh ruang, tempat dan waktu. Dalam urusan makanan pun, kita tidak perlu repot. Telah tersedia di mana-mana makanan siap saji. Kita masuk ke mall atau warung-warung di pinggir jalan, dengan mudahnya kita menemukan berbagai makanan instan. Jika anda orang sibuk, dikejar oleh waktu karena pekerjaan, tidak perlu bersusah-susah dalam urusan perut; tinggal siram langsung jadi.

Tapi apakah dengan semua kemudahan-kemudahan yang ada lalu kita dapat mengatakan bahwa kita sudah menikmati kehidupan yang sesungguhnya? Ternyata di zaman yang serba mudah dan canggih ini, kesusahan dan penderitaan semakin merajalela. Berbagai penyakit dan kemiskinan tumbuh bagaikan jamur di musim penghujan. Karena itu manusia mulai bertanya: mungkinkah kebahagiaan itu dapat diraih?

Untuk menikmati hidup yang lebih baik, maka setiap orang membutuhkan petunjuk, nasehat atau tuntunan tentang bagaimana mengelolah hidup ini; tanpa mempersoalkan apakah ia hidup di zaman yang lampau atau ia hidup di zaman yang serba canggih ini.Ya....semua orang membutuhkan arahan dan bimbingan untuk menikmati kebahagiaan hidup yang sesungguhnya.

Kitab Amsal merupakan kumpulan nasehat-nasehat orang bijak. Kitab ini merupakan buku tuntunan untuk menjalani kehidupan, sebuah buku pedoman untuk meraih hidup yang berkemenangan; hidup yang diwarnai dengan kebahagiaan (Shalom). Karena itu, kitab Amsal mempertentangkan antara "hikmat dan kebodohan". Mereka yang mencari hikmat dan berusaha untuk mendapatkannya disebut "Orang Yang Berpengertian", sedang mereka yang mencela atau mencemoohkan hikmat disebut "Manusia Bebal" yang sedang menggali lubang kebinasaan bagi dirinya sendiri dan yang sedang berdiri di tepi jurang kehancuran.

Amsal 10:1-8 sering disebut sebagai "Amsal Yang Menyelamatkan Orang Dari Maut". Artinya, ayat-ayat yang ada dalam perikop ini membandingkan berkat-berkat hidup yang benar dengan ketidak-bahagiaan hidup yang fasik. Berkat-berkat hidup yang benar dapat diraih oleh seseorang yang berhikmat dan membangun hidupnya berdasarkan hikmat tersebut. Menurut Raja Salomo, hikmat artinya "hidup dan berpikir sesuai dengan norma, jalan dan pola pikir Allah; atau melakukan setiap hal dari sudut pandang Allah yang adalah satu-satunya standart hidup yang benar dan sejati". Karena itu, memperoleh hikmat jauh lebih berharga dari pada memiliki emas dan perak (Amsal 3:13-14). Awal dari semua hikmat adalah: "Takut Akan Tuhan (Ams. 1:7)". Ketika hikmat itu sudah masuk ke dalam hati seseorang, ia akan melahirkan motivasi, keinginan dan pikiran untuk sebuah kehidupan yang lebih baik (Amsal 2:10).

Memang banyak orang memahami dan menilai kebahagiaan hidup itu dari sudut pandang "Kebendaan" atau dari sudut pandang materi. Salomo pun menyadari akan kecenderungan semacam itu. Manusia memang cenderung tertarik pada hal-hal yang kelihatan lalu menganggap hal-hal yang tidak kelihatan (tentang sorga dan tentang Allah) sebagai kebodohan. Keagamaan dipandang sebagai penghalang yang menghambat kreativitas manusia untuk meraih harta demi harkat dan martabatnya. Namun demikian, jujur harus kita katakan bahwa dalam diri manusia itu sendiri ada tertanam benih-benih kemalasan. Manusia pada waktu tertentu akan merasakan apa yang disebut kejenuhan atau kebosanan. Pengaruh ini hanya dapat ditepis jika seseorang memiliki hikmat. Justru hikmat yang bersumber dari  Allah, akan mengajar setiap orang untuk mencari dan mendapat harta benda secara wajar;  tidak dengan kefasikan. Hikmat juga mengamini bahwa tidak ada orang yang hidupnya benar akan dibiarkan menderita kelaparan. Hikmat menjaminkan bahwa tangan orang yang rajin akan menjadikannya kaya dan karena itu hikmat menegur kemalasan sebagai salah satu faktor terciptanya kemiskinan. Hikmat juga memberitahukan bahwa kenangan terhadap orang benar yang membangun hidupnya di dalam Tuhan, akan mendatangkan berkat.

Nasehat-nasehat praktis Raja Salomo ini ditujukan kepada semua orang, secara khusus untuk kehidupan keluarga agar tidak memanjakan apalagi membangun kehidupan seorang anak hanya dengan hal-hal yang bersifat kebendaan. Sebaliknya, mengusahakan agar seluruh kehidupan mereka dibangun berdasarkan hikmat yang akan menjadikan mereka bertindak dalam kearifan dan kebijaksanaan.

Friday, April 26, 2013

Semua Yang Ada Karena Cinta

Refleksi atas:
Kej. 1 : 1 - 2 dan Kej. 1 : 28 - 31

"Pada mulanya Sang Khalik menciptakan langit dan bumi. Bumi ada dalam ketiadaan, kosong dalam kenyataan, dan kacau balau tak berbentuk; resah dalam kebuntuan asa. Lalu Sang Khalik menciptakan harmoni dan oleh cintaNya diwujudkannya keteraturan dan saling ketergantungan. Ia menghadirkan diriNya dalam ciptaan dan mengorbankan kemuliaanNya demi semesta". (Pdt. Joni Delima)
      
                                                                     

Kepada dia sang kelana yang merindu karena cinta,
namun tiada mengerti akan cinta.
Berlari-lari mengejar cinta dalam kekosongan ruang dan waktu,
duduk dalam ketiadaan asa,
termenung dalam kehampaan harapan.
Kepada dia yang merindu karena cinta,
yang berkoar di atas podium menawarkan iman, pengharapan dan kasih;
namun hidupmu sendiri kerontang akan apa yang hendak kau berikan.
Engkau menanam benih iman dan membangkitkan keyakinan pada seseorang
dengan ungkapan jiwa bahwa cinta itu ada,
namun bagimu sendiri cinta hanyalah sebuah fatamorgana.
Engkau mengatakan bahwa harapan akan cinta bukanlah sebuah ilusi,
ya......engkau memaksakan agar setiap pribadi mengobarkan asa demi cinta,
untuk menggapai hidup di Taman Sorga;
namun engkau sendiri terkurung di gurun ketiadaan asa pada cinta.

Engkau mengatakan bahwa kasih adalah realitas dari cinta,
ia adalah citra diri dari Sang Khalik;
namun dalam dirimu sendiri, kasih itu tiada mewujud.
Kasih dalammu bagaikan setetes air yang jatuh di padang pasir,
seketika sirna ditelan panasnya padang gurun di siang hari,
menguap tiada berbekas dihirup habis sang surya.
Saatnya akan tiba di mana siang akan berganti malam.
Dinginnya malam membuat sekujur tubuhmu menggigil,
tangan berupaya menggapai selimut kasih, mencari kehangatan cinta bagi jiwa yang beku;
namun apa yang kau rangkul tidak lebih dari sebuah kesia-siaan belaka.

Kepadamu yang merindu karena cinta namun hidup dalam kehampaan cinta......
Kepadamu aku berseru..............................
Celakalah engkau yang menawarkan cinta, sedang engkau sendiri bukanlah sang pencinta......
Cerita cintamu bagaikan gaung yang berkumandang tiada bertepi,
sirna tertelan mayapada;
sebab dirimu sendiri tiada menyatu dengan semesta.
Kisah cintamu hanyalah sebuah retorika; membalut kemunafikan dengan kesalehan
dan berbaju-zirahkan ketaatan pada aqidah.

Engkau berkata: "Tiada cinta tanpa iman dan tiada iman tanpa cinta"

Oh......Benarkah akan hal itu?.

Aku berkata: "TIDAK".
Sebab bagiku, cinta adalah pengorbanan dan iman adalah implikasi moral
dari cinta yang mewujud dalam tindakan.
Cinta tidak menuntut banyak hal.
Cinta tidak mengharapkan seribu kata-kata indah, sejuta kata-kata mutiara
atau selaksa manikam bahasa asmara;
tetapi cinta hanya butuh satu hal, yakni: "PENGORBANAN".

Karena itu kukatakan padamu, hai sang perindu akan cinta.
Tataplah bintang-bintang di langit di kala malam tak berselimutkan awan,
Nikmatilah senyum sang rembulan,
berbalut gaun tipis sang mega di langit cerah
Semua itu ada karena cinta Sang Khalik,
dipersembahkan bagi insan yang merindu akan kedamaian
Tiada kata, gaungnya pun tak terdengar,
gemanya pun tak berkumandang;
namun semua bercerita tentang cinta Ilahi bagi musafir pencari cinta
Ia mendandani semesta dengan pernak-pernik cahaya kejora,
menghiasi alam dengan kilauan purnama,
diiringi lantunan syair kerinduan sang pungguk menanti datangnya kekasih pujaan hati
Sang Khalik melakukannya tanpa pamrih,
diberikannya tanpa berharap jasa
Ia menghadirkan diriNya dalam alam, menyatukan hidupNya dalam ciptaan
DiciptakanNya harmoni dalam tatanan semesta,
dijalinNya dalam kepelbagaian warna-warni,
ya.....jadi satu dalam keindahan.

Adakah engkau merasa lebih penting dari yang lainnya hai sang perindu,
tidakkah hidupmu hampa tanpa yang lain dalam dirimu
Sesungguhnya cinta itu adalah memberi, dan memberi itu adalah pengorbanan.
Jika engkau ingin mencintai maka biarlah hidupmu menyatu dalam yang lain,
jika engkau ingin dikasihi maka leburkanlah dirimu bagi yang lain;
yakinilah bahwa sukacitamu ada di dalam dia,
dan sukacitanya akan ada dalam dirimu

Berenanglah hai sang musafir, melayanglah hai perindu di samudera cinta,
selamilah kedalaman cinta
Ia sangat sulit untuk digapai jikalau hidup ini tertutup bagi yang lain
Biarkanlah dirimu hanyut dan menyatu dalam cahaya semesta,
terbuai dalam nyanyian alam

Celakalah engkau hai sang perindu karena cinta,
yang memandang cinta hanyalah sebuah ilusi
Aku berkata padamu bahwa engkau adalah pribadi yang egois,
yang hanya memikirkan kesenangan diri sendiri
Cinta dalam dirimu hanyalah nafsu birahi, kerinduanmu hanyalah sebuah kebinalan
yang mengorbankan pihak lain demi kepuasan batin

Engkau hanya berharap sang surya tenggelam di peraduannya,
menyembunyikan wajahnya di balik cakrawala
Engkau hempaskan tubuhmu di atas tilam kemunafikan dan berselimutkan kepicikan
Engkau menghadirkan dimimpimu, dia yan diciptakan oleh pikiranmu,
engkau bergumul dalam mimpi-mimpi indahmu, mengumbar hasrat birahi,
dan memuaskan nafsu kebinalanmu
Engkau terus mendaki mencapai puncak kenikmatan lalu membelenggu si dia,
dan tanpa berbelas kasih,
engkau menghempaskan dia dari pikiranmu
dan membuang dia dari lubuk hatimu

Sungguh engkau benci pada terang, geram pada cahaya
menganggap seberkas sinar sebagai kebodohan
Hanya satu yang engkau inginkan,
ya......hanya satu,
yakni kiranya Sang Pengendali waktu dan masa menjadikan malam lebih panjan dari siang,
agar engkau menghabiskan waktumu dalam tidur yang panjang,
berharap agar mimpi-mimpi indah hadir kembali,
dan kau ciptakan lagi si dia yang lain berdasarkan pikiran dan kehendak hatimu

Oh......
Teganya engkau memperlakukan dia, sekali pun dia hanya hadir dalam mimpimu
Betapa bejatnya engkau, sekali pun dia yang kau mimpikan adalah rekayasa imajinasimu,
buah karya dari hayalanmu

Engkau san perindu akan cinta, namun munafik akan cinta, picik mengartikan kasih
Singkirkanlah daya imajinermu tentang cinta,
buanglah hayalan-hayalanmu akan kasih
Sebab cinta bukan hasil rekayasa manusia,
bukan pula realitas yang hadir tanpa ada yang menghadirkannya

Kepadamu hai sang perindu dan pencari cinta,
aku mau mengatakan sesuatu tentang cinta
Cinta adalah sentuhan tangan Ilahi yang ditabur dan ditanam dalam hati dan pikiran manusia,
 agar dibagi dan dinikmati bersama,
ditumbuhkembangkan demi kedamaian dan keteraturan hidup,
disiram dengan kasih; sehingga cinta tidak uzur termakan zaman.

Cinta bukanlah sebuah ilusi, tetapi cinta adalah realitas yang tidak dapat dihindari,
sebab cinta adalah bagian dari hidup.
Ia ada karena Sang Ada dan ia kekal sekekal Sang Khalik.

Cinta bukanlah realitas kebinalan, dan bukan pula nafsu kebinatangan,
sebab cinta adalah realitas diri Sang Khalik dan wujud nyata dari Sang Ada.
Ia disemaikan dalam harmoni, untuk merangkai kepelbagaian perasaan,
sehingga yang satu tidak dapat hidup tanpa yang lain.

Cinta adalah saling ketergantungan dalam realitas kekinian untuk merajut hidup yang penuh makna,
melangkah bersama melintasi ruang dan waktu menuju ke kekekalan hidup.
Cinta tidak dapat diumbar demi pemuasan nafsu sesaat,
dan tidak pula diagungkan untuk kenikmatan birahi
Sebab cinta adalah sebuah komitment kedirian untuk memaknai hidup ini bagi yang lain
sehingga yang lain merasakan bahwa hidup ternyata indah dan patut disyukuri.

Wahai sang kelana yang merindukan cinta..............
aku mau mengatakan satu hal tentang cinta dan kasih................
Singkirkanlah imajinermu tentang cinta, dan buanglah hayalan-hayalanmu karena kasih.
Sebab cinta dan kasih adalah saudara kembar, sulit untuk dibedakan dan dipisahkan.
Cinta tanpa kasih adalah kebejatan, dan kasih tanpa cinta adalah neraka jahanam

Kepadamu hai sang musafir pencari cinta,
Aku mau mengatakan sesuatu tentang cinta dan kasih.....
Gapailah dan raihlah cinta; biarlah ia melebur dalam dirimu,
menyatu dalam pikiranmu dan memancarkan sinarnya dalam lakumu
Kobarkanlah cinta tanpa berharap pamrih, berikanlah tanpa berharap jasa.
Itulah yang kusebut cinta karena kasih dan kasih karena cinta;
keduanya menyatu dalam pengorbanan

Karena itu cinta dan kasih adalah HIKMAT (Sophia) dan hikmat itu adalah kehidupan
Semua orang yang melakukannya adalah pecinta kehidupan,
dan dia hidup dalam Sang Khalik dan Sang Khalik di dalam dia

(Kudedikasikan kepada semua teman lintas denominasi dan lintas agama).
Semoga bumi kita terjaga dan terpelihara.
Tuhan Yesus memberkati. (Pdt. JD-5)

Thursday, April 25, 2013

Nyanyian Cinta Sang Musafir

Refleksi atas Kej. 2 : 23 & Kej. 3 : 20
By : Pdt. Joni Delima
Kudedikasikan secara khusus buat pasangan hidupku.

"Lalu berkatalah manusia itu: Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.......manusia itu memberi nama HAWA kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu dari semua yang hidup".

Sang musafir sedang berjalan-jalan di Taman Tuhan,
diitarinya jalan-jalan firdaus, disusurinya lorong-lorong Eden,
Diselaminya karya Sang Maestro Agung

Sejenak ia merasa lelah, lalu ia pun duduk dengan santainya,
melepas kepenatan di di bawah rimbunnya pohon Arasy Libanon,
dinikmatinya nyanyian alam, dan diresapinya bisikan sang bayu

Pandangan matanya serasa tiada henti memandang hamparan bunga
Terpesona pada warna-warninya, menebar aroma menabur keindahan
Kupu-kupu dan kumbang tiada henti menikmati madunya,
ditimpali kicau sang murai, melantunkan nada cinta pada Sang Khalik,
diiringi musik alam dari sang bayu menerpa dedaunan,
menyatu dalam harmoni, terjalin dalam nuansa kasih.

Sang musafir terbuai oleh indahnya pesona alam,
membangkitkan gairah cinta...........
ya......gairah cinta pada dia yang dirindukan,
teman hidup untuk berbagi kasih, sejawat dalam merajut benang-benang asmara.

Sang Maestro Agung menuntun segala karyaNya ke depan sang musafir
Diperintahkannya agar diberi nama, sepasang demi sepasang,
sungguh.....jantan dan betina datang menghadap padanya,
sang musafir menorehkan nama pada segala karya Sang Maestro,
satu demi satu diberi nama; namun tak satu pun sang musafir menemukan si dia.......
si dia yang lain dari yang sudah ada, si dia yang sepadan dengannya.

Sang musafir tenggelam dalam lamunan, lelap dalam pencarian cinta
Sang musafir menyandarkan kepalanya,
dengan berbantalkan batu, diempaskan tubuhnya di atas permadani rerumputan,
menatap langit yang bertabur bintang gemintang,
memandangi angkasa yang berhiaskan sinar sang rembulan.
Seketika jiwanya melayang dalam lamunan,
pikirannya mengembara menembus batas awan,
mencari si dia di antara mayapada,
ya......sang buah hati dicarinya di antara bimasakti,
Di nantikannya dengan sabar,
sang pelipur lara, penghibur jiwa nan gundah

Hai engkau yang merindu sang kekasih, menanti si buah hati......
Pejamkanlah mata dan tidurlah dalam mimpi-mimpi indahmu
Sebab tangan DIA yang menciptakanmu sedang bekerja,
hatiNya pun gundah gulana menyaksikan engkau dalam kesendirian,
hatiNya pun resah.....galau merasakan kesepianmu
Dia....Sang Khalikmu tak ingin melihat engkau hidup dalam derita,
terpuruk karena pencarian cinta, menarungi samudera rindu yang tiada bertepi

Terlelaplah hai sang musafir............
Biarkanlah tangan Sang Khalik mengambil bagian dari dirimu,
untuk menempa dia yang hadir dalam hayalmu
Biarlah dalam ketidak-tahuanmu, Sang Khalik menjenun si dia.......
membangun dari tubuhmu juga, sang kekasih dambaan jiwamu

Terlelaplah hai sang musafir.........
Terlelaplah dalam mimpi indahmu
Sebab Sang Khalik mempersiapkan yang lebih elok,
cantik dan rupawan lebih dari pada yang engkau hayalkan
Sang Khalik tak ingin kau kecewa,
di saat si dia berdiri di hadapanmu
Hanya satu yang dirindukanNya.....ya, hanya satu
Yakni engkau menyambut dia dengan hati yang berbunga-bunga,
diiringi nyanyian syukur atas karya indah Sang Maestro

Terbangunlah engkau hai sang musafir dari tidurmu,
tersentaklah dari lamunanmu......
buyarkan segala mimpimu,
pandanglah si dia yang ada di depanmu
sambut dan raihlah dia, buah karya agung dari Sang Khalikmu
Dekaplah dia dalam cintamu,
rangkullah dia dalam hasratmu
Puaskanlah hidupmu bersamanya,
selamanya.....ya, untuk selamanya

Pandanglah hai musafir, si dia yang diambil dari dirimu juga
yang ditempah dari bagian tersembunyi di tubuhmu,
dikerat dari antara rusukmu,
dekat dari bagian vital penentu hidupmu.

Cintailah dia sebagaimana kecintaanmu pada diri sendiri,
basuhlah dia berurapkan ketulusan,
dandani dia dalam kesetiaan,
kalungkan rantai kasih pada lehernya,
letakkan tiara pengabdian di kepalanya.

Pandanganlah..........
Dia sungguh nyata dan bukan bayang di hidupmu lagi.

Tataplah.......
Matanya bening bagai telaga air kehidupan,
dari kedalaman hatinya memancarkan air penyejuk dahaga rindu,
penawar jiwa yang resah karena di mabuk asmara.

Lihatlah dia hai sang musafir,
dengarkan bisikan kalbu
Dia ingin mengisi hidupmu, memaknai hari-harimu
Melangkah bersama menyisir gurun kehidupan,
menyusuri derasnya riam, melawan hempasan gelombang,
berlayar mengarungi samudera,
melabuhkan bahtera di pantai bahagia
Ya....hidup bersama di tengah realita hidup yang menyesakkan

Hai engkau yang merindu pada kekasih hati,
yang merana dalam penantian belahan jiwa
Tataplah dia sang dambaan hatimu,
peluk dia dalam kemurnian cintamu
Alangkah eloknya dia yang hadir dalam hidupmu,
cantik dan paras dia yang menghiasi hari-harimu
Kesemarakan rupanya yang dibalut keindahan,
memancarkan pesona keagungan melebihi mutiara dan permata
Lekuk di tubuhnya melebihi manikam,
aroma cinta di hatinya melebihi semerbak kembang
Pancaran hasrat akan cinta di matanya melebihi emas dan perak
desiran nafas kasmaran di hidungnya,
melebihi hempasan gelombang menghantam karang


 Pandanglah.............
Dia sungguh nyata dan bukan ilusi
Tataplah.........
Dia sungguh ada dan bukan fatamorgana
Peganglah tangannya dan genggamlah jemarinya
Jangan lepaskan dia karena dia adalah hidupmu
Jangan biarkan dia, karena dia menuntun langkahmu,
melukiskan setiap jejak kakimu,
'tuk meraih cinta dan cita yang utuh
Ayunkan langkahmu dan susuri hari-hari bersamanya,
berbagi dalam suka, nikmati ceria bersama dalam suka

(Lalu banyak orang terkesima mendengar senandung cinta sang musafir. Sebuah syair yang sarat dengan makna, menyaksikan cinta sebagai anugerah dari Sang Khalik).

Resapilah untaian madah cinta yang dilantunkannya:


Hai engkau yang kucari, hai engkau yang kunanti.
Belahan jiwa penyejuk rindu, curahan hati pelipur lara.
Kusambut engkau dalam hasrat dan cinta, kubelai engkau dalam kasih dan kesetiaan.
Engkau adalah hidupku, diambil dan diciptakan dari tubuhku.
Karena itu kukatakan bahwa engkau tulang dari tulangku, dijenun Sang Khalik dari dagingku.

Oh.........kekasihku belahan hatiku, penyegar dahaga cinta dikala hati merindu
Kusambut engkau bukan sebagai yang asing dalam hidupku,
sekalipun engkau dibentuk dalam ketidak-tahuanku.
Kumateraikan engkau dalam dirik, menjadikan aku lebih bermakna.
Aku tercipta demi engkau, dan engkau dibentuk karena aku.
Hatiku adalah hatimu dan jiwaku adalah jiwamu.
Yang melekat padaku adalah milikmu, seala yang ada padaku kuharap jadi kesukaanmu.
Terimalah aku sebagaimana adanya, sebab aku ini cacat;
aku terlena dalam tidur, nyenyak dalam impian.........
di kala itu Sang Khalik mengambil tulangku, Sang Penjenun mengerat dagingku,
Sang Creator menciptakan kekurangan dalam diriku,
lalu menempatkan aku dalam kembara,
mencari sesuatu yang hilang dalam diriku, untuk menutupi kecacatanku.

Engkau kasihku, kesempurnaan hidupku.
Tanpamu hidup ini tak berarti.
Denganmu aku melakukan banyak hal, mewarnai hidup dengan keindahan.

Oh kasihku....kumohon padamu
Sambutlah aku dalam ketulusan dan kasih, terimalah aku dalam kesucian dan cinta....
bungkuslah aku dalam dekapan asmara, agar aku terbebas dari belenggu kedirianku,
terlepas dari kutuk kesepianku.
Biarlah kutemukan diriku dalam dirimu, kuraih kesempurnaan hidup dalam buaianmu.
Sebab engkau laksana pohon kehidupan di Taman Tuhan,
tempat perteduhan yang damai di kala tubuh lelah,
tempat bernaung melepas kepenatan, perlindungan dalam kepahitan hidup.

Duhai kasihku, permata hatiku..............
Sembunyikanlah aku di ruang matamu, sebab aku dikejar oleh cinta dan lelah dalam kerinduan.
Sembunyikan aku di relung hatimu,
sebab aku dilanda kegalauan karena asmara, gundah dalam penantian.
Izinkan aku menceduk air kasihmu, meneguk anggur cintamu.
Izinkan aku menghangatkan tubuhku diperapian asmaramu,
membalut tubuhku dengan selimut cintamu.

Sungguh.....
Di dirimu kutemukan diriku,
karenamu kubangunkan hasratku.

Oh....kasihku.
Mari kita bangunkan cinta untuk bakti bagi Sang Pemberi Cinta.

(Catatan buat pembaca: silahkan dishare.....namun ini tetap buah karya saya - Pdt. Joni Delima).

Tuesday, April 23, 2013

Tenanglah! AKU ini, Jangan Takut

Sebuah Refleksi Pribadi
Bacaan Alkitab: Markus 6 : 45 - 52


Ini merupakan pengalaman nyata dalam pelayanan saya saat dimutasikan dari Jemaat Parepare ke Jemaat Elim Samarinda tahun 2006. Sehari sebelum keberangkatan via perjalanan laut dengan menumpangi KMP Madani, terjadi badai yang cukup hebat yang melanda kota Parepare, Pinrang dan Sidrap. Menyaksikan cuaca tersebut maka tidaklah mungkin untuk melakukan perjalanan laut untuk hari itu. Ada beberapa warga jemaat menyarankan agar keberangkatan ke Balikpapan untuk besok ditunda saja menunggu cuaca baik. Namun saya mengatakan bahwa niat sudah bulat, tiket sudah dibeli dan tidak akan dibatalkan, kecuali kapal sendiri batal untuk berangkat. Setelah hari yang menegangkan itu, pagi hari saya menerima berita bahwa cuaca baik dan kapal laik untuk berlayar. Pagi itu, warga jemaat dalam jumlah yang cukup banyak mengantar kami ke pelabuhan dan masih ada saja di antara mereka yang menyarankan agar kami mengurungkan saja niat untuk berangkat dengan mengingat kejadian pada hari kemarin ditambah lagi kondisi KMP Madani Nusantara yang sudah tua. Namun saya mengatakan bahwa: "Apa yang kita pikirkan, bukan seperti itu yang dipikirkan Tuhan. Di mana pun jika panggilan itu sudah datang, maka manusia tidak dapat menolaknya. Janganlah takut, Tuhan pasti menyertai kami. Doakan saja kami supaya kami tiba dengan selamat". Sebelum kami naik ke kapal, kami berdoa bersama, dan keberangkatan kami diiringi deraian airmata.

Syukurlah bahwa sepanjang perjalanan dari Parepare ke Balikpapan, laut sangat teduh sekali. Ketika meninggalkan Bandar Laut Parepare, tidak ada gelombang sama sekali, yang ada hanyalah riak-riak kecil ditimpali kicau burung camar, semua terasa teduh hingga daratan hilang di pelupuk mata. Sungguh cuaca sangat cerah, dan di malam hari, langit ditaburi bintang-gemintang. Ikan layang-layang beterbangan disorot lampu KMP Madani Nusantara. Keesokan harinya, jam tangan menunjukkan pukul 12.30, kami tiba di Bandar Laut Semayang Balikpapan dengan selamat. Wow.....sungguh ajaib penyertaan Tuhan. Hati ini diliputi rasa syukur ketika kaki berjejak di kota Balikpapan, terlebih ketika kami mendapatkan sambutan hangat dari jemaat yang sudah lama menunggu kedatangan kami. Kami pun menyampaikan hal tersebut via sms kepada warga Jemaat Parepare, dan semua mengucapkan syukur atas keselamatan kami.

Saudaraku.......................
Hidup yang tenang dan tenteram, jauh dari perasaan takut dan gelisah merupakan dambaan atau kerinduan semua orang. Boleh saya katakan bahwa hidup yang tenang dan tenteram adalah kebutuhan yang paling hakiki melebihi kebutuhan akan makanan, pakaian dan perumahan. Bahkan setiap orang rela melakukan apa saja asalkan ia mendapat jaminan keamanan, kenyamanan, ketenangan dan ketenteraman. Coba bayangkan: anda tinggal di rumah yang mewah dengan segala fasilitas yang serba mewah, pakaian dengan harga jutaan melekat pada badan anda lalu anda sedang duduk di meja makan menghadapi hidangan yang menggoda selera makan anda. Tetapi tiba-tiba terjadi ledakan hebat di luar sana dan menimbulkan goncangan yang menghancurkan bangunan yang ada di sekitarnya (seperti yang terjadi saat bom di Hotel J.W. Marriott tgl. 5 Agustus 2003 yang menewaskan 12 orang dan mencederai 150 orang atau ledakan bom di JW. Marriott dan di Hotel Ritz Carlton tgl. 20 Juli 2012 yang membuat Manchester United batal melakukan Tour di Indonesia). Bayangkan bahwa rumah anda sedang disantroni teroris dan di dalam rumah anda tersimpan bom yang telah siap meledak, sedang anda lagi menikmati hidangan yang lezat. Apakah anda masih dapat menikmati lezat dan nikmatnya hidangan tersebut? Tidakkah hati anda diliputi ketakutan dan kegelisahan? Tidakkah anda akan lari keluar meninggalkan rumah yang mewah itu, meninggalkan hidangan yang lezat itu, dan menyelamatkan diri anda, bukan? Ya...apalah artinya rumah mewah, pakaian yang mahal dan makanan yang lezat sedangkan nyawa anda terancam, bukan? Dalam hal inilah maka kita dapat memahami maksud perkataan Tuhan Yesus: "Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? (Mat. 6:25b)". Sekali lagi, keadaan yang aman, tenteram dan damai merupakan kebutuhan yang hakiki melebihi kebutuhan yang lainnya.

Perikop bacaan kita hari ini mengisahkan kondisi ketakutan yang dialami para murid saat mereka sedang ada di tengah-tengah Danau Galilea dan perahu mereka diterpa badai "Angin Sakal". Segala kemampuan yang mereka miliki sebagai nelayan telah dikerahkan untuk melawan ganasnya badai itu, + 3 jam mereka harus berjuang, namun usaha mereka sia-sia. + 3 jam mereka diliputi ketakutan, bayang-bayang kematian sedang ada di pelupuk mata mereka, sehingga Tuhan Yesus saat mendekati mereka lalu mereka menyangka bahwa itu "HANTU". Begitu hebat ketakutan yang dialami para murid sehingga mereka harus berteriak-teriak (ay. 49) saat menyaksikan pemandangan yang tidak seperti biasanya di mana Yesus berjalan di atas air. Di tengah-tengah keadaan yang menakutkan itu, suara Tuhan Yesus dengan lembut terdengar: "Tenanglah! AKU ini, jangan takut! (Ay. 50b)". Dan ketika Ia naik ke atas perahu itu, ada di tengah-tengah murid-murid, seketika itu juga angin reda.

Ada beberapa hal yang dapat kita petik dari perikop bacaan kita hari ini untuk menjadi bahan perenungan kita dalam menjalani hidup di tengah-tengah dunia yang telah dirusakkan oleh dosa.

Pertama: Pengetahuan dan Kemampuan manusia untuk mengatasi persoalannya adalah terbatas.
Kita memang harus akui bahwa ada banyak hal yang dapat diatasi dengan kemampuan dan ilmu yang kita miliki. Terlebih dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini seolah-olah menghapuskan hal-hal yang disebut kemustahilan. Namun demikian, kita harus jujur mengatakan bahwa kemampuan dan kepandaian manusia belum mampu mengatasi semuanya. Peristiwa gempa bumi yang gejalanya dapat dideteksi, namun manusia tidak dapat menghindarkan diri dari akibat yang ditimbulkannya. Tsunami yang terakhir melanda Negeri Jepang, kedatangannya dapat dideteksi, namun kerusakan yang ditimbulkannya tidak dapat ditolak. Para murid, sebagian dari pada mereka adalah nelayan. Mereka adalah orang-orang Galilea. Tentu mereka begitu dekat dengan alam lingkungannya, mereka tahu kapan dan bilamana badai itu datang. Petrus dan beberapa rekan-rekannya adalah nelayan-nelayan handal. Mereka sudah barang tentu sering mengalami saat-saat yang menegangkan ketika badai melanda perahu mereka. Mereka tentu memiliki pengetahuan dalam mengatasi badai tersebut. Tetapi tetap ada saat-saat di mana mereka harus pasrah menerima resiko dari keganasan alam. Karena itu kita harus jujur mengakui bahwa pada diri kita tidak ada kemampuan untuk mengatasi segala persoalan hidup yang ada dan karena itu kita membutuhkan Dia.

Kedua: Kekuatiran tidak memberi jalan keluar, justru menambah persoalan
Kekuatiran: semua orang pasti mengalaminya. Siapa pun kita pastilah pernah mengalami saat-saat di mana kita merasa kuatir akan kelangsungan hidup kita. Tetapi Tuhan Yesus menantang kita: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (Mat. 6:27)". Kekuatiran sering membutakan mata iman kita untuk meyakini akan kehadiran Tuhan dan kekuatan kuasaNya. Kekuatiran yang tidak terkontrol akan menimbulkan kepanikan dan akibatnya sangat fatal, yakni kita tidak dapat lagi berpikir jernih dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Karena panik, maka para murid menganggap Tuhan Yesus itu HANTU. Karena panik, mereka berteriak-teriak. Tidakkah ini justru membahayakan keselamatan mereka. Karena itu Firman Tuhan mengatakan: "Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka IA akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya orang benar itu goyah (Mzm. 55:23)".

Ketiga: Hanya bersama dengan Tuhan hati kita merasa tenang
Ketika manusia berusaha mencari jalan untuk mendapatkan jaminan keamanan dan ketenangan bagi hidupnya, sebenarnya kita sebagai anak-anak Tuhan tidak perlu bersusah-susah melakukan hal yang sama. Tuhan adalah jaminan keamanan dan ketenteraman yang pasti dan untuk menemuiNya, kita tidak perlu bersusah-susah mengeluarkan biaya dan tenaga. Ia sangat dekat dengan kita. Jarak antara Tuhan dengan kita hanya sebatas lutut dan lantai. Ya.....ketika anda berlutut lalu berdoa kepada Tuhan, maka Tuhan akan memberi jawab atas pergumulan anda. Raja Daud adalah gambaran hidup orang percaya yang sungguh-sungguh menyadari pentingnya dekat dengan Tuhan. Ia tahu bahwa hidupnya selalu berada di bawah bayang-bayang maut, bahkan ia mengatakan bahwa: "Sesungguhnya hanya beberapa telempap saja KAU tentukan umurku (Mzm. 39:6)", ya ...jarak antara hidup dan mati itu sangat tipis. Bukankah hal ini menimbulkan ketakutan dan kekuatiran? Tapi Daud dengan tegas mengatakan: "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari padaNyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah (Mzm. 62:2, 3)".

Karena itu, seberat apapun persoalan anda, Tuhan menjadi jaminan hidup anda. Ia sendiri bersabda: "Marilah kepadaKU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, AKU akan memberikan kelegaan kepadamu (Mat. 11:28)". Seberat dan sebesar apa pun pergumulan anda dan rasa-rasanya anda tidak lagi memiliki daya untuk menghadapinya, camkanlah perkataan Yesus ini: "Tenanglah! AKU ini, jangan takut".
Selamat menjalani hidup dalam iman kepadaNya, Tuhan Yesus memberkati.

Saturday, April 20, 2013

Kasih Persaudaraan Adalah Ibadah Yang Sejati

Bahan Bacaan Alkitab: 1 Petrus 1 : 13 - 25
Pengembangan Khotbah Dari Buku Membangun Jemaat
Untuk Ibadah Hari Minggu, tgl. 21 April 2013


Konteks Jemaat ketika surat ini dituliskan, yakni Penindasan dan Penganiayaan yang dilakukan oleh Pemerintah Romawi dengan kaki tangannya yang menyebabkan Umat Tuhan sangat menderita. Umat Tuhan difitnah sebagai orang-orang durjana dan kepada mereka dituduhkan segala yang jahat. Karena itu, tidak sedikit anak-anak Tuhan yang harus terpisah dengan keluarganya karena mereka ditangkap dan dipenjarakan cuma karena mereka adalah orang Kristen. Bahkan sebagian dari pada mereka harus menjalani hukuman mati karena kegigihan mereka mempertahankan iman kepada Yesus yang adalah Tuhan dan Juruselamat.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa karena tekanan yang begitu berat maka tidak sedikit juga anak-anak Tuhan yang goncang imannya. Kasih persaudaraan yang terbina selama ini menjadi pupus, karena perasaan takut dan kuatir diketahui sebagai orang-orang Kristen. Dalam menghadapi kesusahan dan kesulitan yang luar biasa itu, sudah barang tentu membawa dampak yang kurang baik bagi pertumbuhan iman anak-anak Tuhan, maka Petrus dalam suratnya ini meneguhkan kepercayaan para pembacanya agar mereka tetap teguh dan tidak mudah tergoncang. Petrus mengajak anak-anak Tuhan agar tetap tabah menghadapi segala jenis penghambatan dan mengingatkan mereka agar tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Justru dalam situasi seperti itu, anak anak Tuhan mendapat kesempatan untuk semakin tekun melakukan berbagai kebajikan. Petrus minta agar anak-anak Tuhan memilkiki cara hidup yang baik, saleh, dan penuh dengan kelemah-lembutan, sehingga ketika mereka "difitnah sebagai orang durjana, maka semua orang dapat melihat perbuatan-perbuatan yang baik itu dan memuliakan Allah pada hari IA melawat mereka (1 Ptr. 2:12)".

Demikian juga dengan hubungan di antara mereka sebagai umat Tuhan. Mereka harus saling memperhatikan, meneguhkan, menghiburkan dan saling mengasihi dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Justru di tengah-tengah situasi yang kurang bersahabat itu diperlukan pembuktian tentang ajaran kasih yang sesungguhnya yang telah mereka warisi dari keteladanan kasih Tuhan Yesus. Terlebih lagi Petrus menyebut mereka sebagai "orang-orang pendatang yang tersebar di wilayah Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia (1 Ptr. 1:1)", siapa lagi yang akan memperhatikan mereka serta mempedulikan mereka dalam menghadapi tekanan yang berat itu selain di antara mereka sendiri. Petrus berharap agar kasih persaudaraan di antara anak-anak Tuhan tidak luntur di tengah-tengah situasi yang sedang mereka hadapi. Penderitaan akibat tekanan yang begitu hebat, menantang anak-anak Tuhan untuk semakin mengobarkan kasih persaudaraan dan hal ini akan menjadi kesaksian bagi dunia bahwa seberat dan sebesar apapun pencobaan hidup, anak-anak Tuhan tidak akan pernah saling menggigit dan saling membinasakan satu dengan yang lainnya.

Perikop bacaan kita (1 Ptr. 1 : 13 - 25) mengandung 3 himbauan moral buat anak-anak Tuhan pada zaman surat ini dituliskan dan juga buat kita di zaman sekarang ini.

1. Ayat 13 - 16 : mengandung nasehat untuk tetap Hidup Dalam Kekudusan

Perkataan "Kudus" berasal dari akar kata bahasa Ibrani, yakni "Qadosy" yang artinya: ditersendirikan, lain dari pada yang lain, atau diistimewakan. Ia juga mengandung arti: suci, bersih. Jika Allah disebut Kudus, maka itu mengandung arti bahwa Allah itu lain dari pada yang lain (Ia tidak dapat disamakan dengan allah-allah lain), Allah itu harus mendapatkan tempat yang tersendiri dalam hati umat dan juga Allah harus menjadi yang teristimewa dalam kehidupan umat. Dan firman Tuhan hari ini mengatakan bahwa: "Kuduslah kamu sebab AKU Kudus (1 Ptr. 1:16)" mengandung implikasi moral bahwa umat Tuhan tidak boleh serupa dengan dunia ini, baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan mereka. Jika dunia ini penuh dengan kemunafikan, maka umat Tuhan tidak boleh menjadi manusia yang munafik. Jika dunia ini penuh dengan tipu muslihat, maka umat Tuhan tidak boleh melakukan hal yang sama. Jika pikiran manusia dunia hanya merancangkan yang jahat bagi sesamanya, maka umat Tuhan harus berpikir positif dan menjauhi segala rangcangan-rancangan yang jahat. Ya....anak-anak Tuhan harus beda dengan anak-anak dunia ini, anak-anak Tuhan harus menjadi anak-anak istimewa, yang memiliki nilai lebih dari pada anak-anak dunia ini. Atau dalam bahasa Petrus, anak-anak Tuhan "harus hidup sebagai anak-anak yang taat dan tidak menuruti hawa nafsu (1 Ptr. 1:14)".

2. Ayat 17 - 21 : mengandung nasehat untuk Takut Kepada Allah

Bagian ini memperkuat ayat 13 - 16 yang hendak menegaskan tentang siapa sesungguhnya orang kudus itu. Petrus menjelaskan kepada umat Tuhan bahwa "Allah Yang Kudus itu adalah HAKIM yang tidak memandang muka, yang akan menghakimi setiap orang menurut perbuatannya (1 Ptr. 1:17)". Identitas Allah sebagai  HAKIM  yang memegang palu keselamatan, hendaknya melahirkan kesadaran diri dalam hati setiap anak-anak Tuhan untuk menghormati Allah dengan setia menuruti segala hukum dan ketetapanNya. Ingat: Allah tidak sama seperti hakim yang ada dalam dunia ini. Hakim dunia masih dapat dipengaruhi, hukum yang seharusnya ditegakkan, namun karena uang maka hukum tersebut dibengkokkan. Yang benar dipersalahkan dan yang salah dibenarkan. Tetapi Allah tidak demikian. Ia tidak dapat disogok, dan IA sekali-kali tidak akan pernah membenarkan dosa. Salah tetap salah, dan yang benar akan tetap benar. Kita patut bersyukur bahwa IA telah menebus kita dari kutuk maut dengan darah Yesus Kristus. Dan sebagai orang yang sudah ditebus, tentunya semakin mendorong kita untuk menghormati Tuhan dengan sikap TAKUT AKAN DIA. Takut dalam arti bahwa ada komitment untuk hidup sesuai dengan keinginan-keinginan Tuhan, bukan hidup dengan menuruti hawa nafsu. Kita diajak untuk berkata sama seperti Tuhan Yesus: "Namun dalam hal ini, bukannya kehendakku yang jadi, melainkan kehendakMu yang jadi", atau berkata sama seperti Paulus: "namun sekarang, bukan lagi aku yang ada dalam diriku, tetapi Kristus yang ada di dalam aku".

3. Ayat 22 - 25 : Konsekwensi dari Hidup Dalam Kekudusan dan Sikap Hidup Takut Akan Tuhan adalah Mengamalkan Kasih Persaudaraan

Kasih Persaudaraan adalah BATU UJI bagi pengudusan setiap pribadi Kristen. Jika hidup kita tidak menampakkan KASIH maka kita tidak lebih dari pada gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Ketiadaan praktek kasih akan mencemarkan kedua hal yang telah disebutkan di atas. Karena itu, bagi Petrus, kasih yang tulus selalu berpedoman pada kasih Kristus yang rela berkorban demi keselamatan umatNya. Kita yang sudah mengalami kasih itu, dituntut untuk melakukan hal yang sama. Dan hal ini hanya mungkin dilakukan jika kita dilahirkan kembali. Artinya, hidup kita harus dikuasai oleh Roh dan "buah dari Roh adalah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan dan penguasaan diri (Gal. 5:22)".

Minggu ini dalam kalender Gereja Toraja kita memasuki Minggu Diakonia. Sepanjang minggu ini kita diajak untuk merenungkan kembali panggilan pelayanan masing-masing kita untuk menjadikan hidup ini menjadi berkat bagi orang lain. Kesadaran diri untuk menjadikan hidup ini menjadi berkat bagi sesama, sesungguhnya ini adalah IBADAH YANG SEJATI. Dan mudah-mudahan ungkapan ini menantang saudara dan saya untuk melihat kembali arti kehadiran kita di tengah-tengah hidup bersesama. Dan jujur saya mau katakan bahwa kita tidak dapat menutup mata dengan realita yang ada di sekitar kita. Begitu banyak orang yang haus akan sentuhan kasih. Mereka ada di simpang-simpang jalan, ada di tempat-tempat keramaian (di pasar, di mall, di emperan toko), mereka ada di TPA (tempat pembuangan akhir sampah), mengais sampah dengan harapan mendapat sesuap nasi demi menyambung hidup. Mereka ada di panti-panti asuhan dan panti-panti jompo. Mereka ada di penjara juga ada di lokalisasi. Bahkan mereka ada dalam gedung gereja. Adakah tangan kasih kita sudah menjangkau mereka yang hidup dalam penderitaan, kemiskinan, kelaparan dan ketelanjangan? Atau justru telinga kita tertutup untuk mendengarkan erangan mereka dan mata kita tertutup untuk melihat kebutuhan mereka? Ingat kata-kata Tuhan Yesus dalam Mat. 25:40, 45......"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya apa yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKU yang paling hina ini, kamu sudah melakukannya kepadaKU".

Dan camkan firman ini: "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum (Ams. 11:25). Siapa menaruh belas kasihan kepada orang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu (Ams. 19:17)". Kembali saya ingatkan apa yang saya katakan dalam Ibadah Paskah dan Ibadah Syukur 100th IMT: "Sekali Berarti, sesudah itu mati".

Karena itu, maknai hidup anda dengan melakukan yang terbaik bagi sesama.
Tuhan Yesus Memberkati.

Saturday, April 13, 2013

Sekali Berarti, Sesudah Itu Mati

Bahan Bacaan Alkitab: Ibrani 11 : 24 - 26
Khotbah Pada Perayaan Paskah Dan Ibadah Syukur 100th IMT
Rayon Timindung - Samarinda
Stadion Madya Sempaja - 13 April 2013



Saudara-saudara yang kekasih dalam Tuhan
Salam sejahtera bagi kita semua.................................syalom

Patutlah kita mengangkat puji dan syukur kepada Tuhan Sang Pemilik persekutuan ini, karena sungguh ajaib kasihNya atas kita semua; khususnya Warga Toraja dari Lintas Denominasi Gereja dan Lintas Agama, sebab 100 tahun yang lalu menjadi titik awal Kebangkitan Masyarakat Toraja dan buahnya adalah kita semua. Masyarakat yang dahulu terkebelakang, miskin, menderita dan menjadi budak bagi orang lain, dan karena Injil kini menjadi masyarakat yang merdeka, bermartabat, terhormat dan pandai. Mensyukuri 100 tahun karya Tuhan atas perjalanan sejarah Anak-anak Toraja, maka ada satu pertanyaan yang penting untuk menjadi perenungan kita bersama, yakni: "Bagaimana membuat hidup ini menjadi lebih berarti, sehingga apa yang diletakkan 100 tahun yang lalu tidak menjadi sia-sia?".

Saya terkesan dengan kata-kata dalam syair karya pujangga besar negeri ini yang bernama Chairil Anwar dan karyanya itu diberi judu "MAJU". Ia mengatakan demikian:

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali Berarti Sesudah Itu Mati

Maju

Bagimu negeri menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang

Bagi saya, ini adalah syair yang sarat dengan makna. Dan ketika saya kembali membacanya maka saya terinspirasi untuk mengangkat kisah Musa sebagai bahan perenungan kita dalam mensyukuri peristiwa Paskah dan juga mensyukuri 100 tahun Injil Masuk Toraja.
Perhatikan perikop bacaan kita. Ada 3 hal yang ditekankan.

1. Karena Iman, maka Musa setelah dewasa menolak disebut Anak Putri Firaun

Saudara-saudara, mungkin kita berkata dalam hati bahwa tindakan Musa ini adalah sebuah tindakan yang bodoh? Istana adalah simbol kesenangan. Istana adalah lambang keagungan, kebesaran dan kemuliaan. Tidakkah semua itu adalah kerinduan kita? Di istana, Musa menikmati kehidupan yang didambakan orang banyak. Ia mendapat pendidikan dalam berbagai bidang. Ia belajar tentang teologi, ilmu falak, ilmu pasti, ilmu kedokteran, ilmu bumi, ilmu hukum dan mata pelajaran yang lain. Tidaklah salah kalau orang mengatakan bahwa Musa memperoleh pendidikan lanjutan yang paling bermutu di dunia pada waktu itu.
Ya.......di istana, Musa memperoleh kenikmatan yang dicari oleh banyak orang. Sebagai anak angkat seorang putri Firaun, pastilah ia memiliki kuasa yang tidak sedikit. Sebagai penghuni istana Firaun, ia pasti berlimpah dengan harta dan kekayaan. Hebat bukan! Kuasa ia punya, intelektual ia miliki dan kekayaan berlimpah. Mau apa lagi? Bukankah itu semua yang dikejar orang banyak? Kita mengejar pangkat, kedudukan dan harta. Untuk mendapatkan semuanya itu, tidak sedikit yang menghalalkan berbagai cara; cari koneksi dengan praktek suap-menyuap, minta bantuan paranormal seperti Enyang Subur, bahkan menghabisi nyawa sesama yang dipandang sebagai saingan dan hal itu dianggap halal hanya demi uang, kedudukan dan prestise. Tapi dicatat bahwa, setelah dewasa, ia menolak disebut anak Putri Firaun. Kita dapat berkata bahwa Musa adalah orang yang paling bodoh, sebab ketika semua orang berusaha mati-matian mendapatkan semuanya itu, justru Musa menolaknya. Tidakkah ini tindakan yang sinting? Dan tidakkah keputusan Musa adalah keputusan yang tolol?

Tapi saudara-saudara, kita harus tahu apa yang menjadi alasan Musa sehingga ia menolak semuanya itu. Firman hari ini mengatakan, Musa menolak semua itu karena IMAN.

Saudara-saudaraku.
Kita boleh menjadi orang yang berpangkat dan berkedudukan tinggi; itu baik dan tidak salah. Kita boleh mengejar dan meraih semua ilmu di dunia ini; itu pun baik dan tidak salah. Kita boleh menjadi orang yang kaya raya; itu bukanlah dosa. Bahkan Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa: "AKU datang, supaya memperoleh hidup, bahkan memperolehnya dalam segala kelimpahan". Hanya saja, kita perlu mewaspadai agar yang baik jangan sampai menggeser yang paling baik. Agar yang penting jangan sampai menggeser yang paling utama. Agar yang sementara jangan sampai menggeser yang kekal.

Tidakkah ini yang sering terjadi dalam hidup kita. Karena kita terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan, sampai-sampai kita mengabaikan dan lupa berbakti kepadaNya. Karena kita terlalu serius mengejar kedudukan, lalu kita melanggar segala hukum dan ketetapan Tuhan. Karena kita terlalu serius mengejar harta kekayaan, sampai-sampai kita mengabaikan firman Tuhan. Musa tidak demikian. Ia menomorsatukan yang terbaik dari segala yang baik. Ia mengutamakan yang kekal dari pada yang sementara. Ia memilih kemuliaan yang sejati dan kekayaan yang abadi, yang hanya dapat dilihat dengan mata iman, dari pada harta dunia yang kelak habis dimakan ngengat. Ia lebih tunduk kepada Tuhan dari pada tunduk kepada manusia.

Tidakkah hal yang sama kita jumpai dalam diri seorang yang bernama Anthonie Aris van de Loosdrecht. Ia meninggalkan segala kemapanannya, meninggalkan kampung halamannya yang penuh dengan kesenangan, karena ia sadar bahwa hidup ini hanya sekali. Karena itu ia berusaha membuat hidupnya lebih berarti sebelum ajal memanggil.

2. Karena Iman, ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dosa.

Musa menolak disebut anak Putri Firaun, ini bukan keputusan yang gampang. Konsekwensinya sungguh tidak ringan, keputusan itu membuat Musa menjadi seorang pengembara, lalu 40 tahun ia harus menggembalakan domba-domba yang bodoh di tempat persembunyiannya di Midian. 40 tahun ia menjadi buronan, itu berarti 40 tahun perasaannya selalu diliputi kegelisahan, ketidaknyamanan dan ketidaktenteraman. Tapi 40 tahun itu menjadi pilihan Tuhan untuk menempa Musa menjadi seorang pemimpin sekali pun ia harus belajar memimpin domba-domba yang bodoh. Musa pun memilih jalan ini, jalan penderitaan sebagai jalan yang terbaik dari pada menikmati menikmati kesenangan dosa di istana Firaun. Karena iman, maka ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir. Imannya kepada Allah membuat Musa sanggup melihat bahwa rahasia perjanjian Allah jauh lebih gemerlapan dari pada segala emas di Mesir.

Dalam konteks kekinian, sangatlah jarang kita menemukan kepribadian seperti ini. Justru kita menyaksikan kenyataan lain, bahwa banyak anak-anak Tuhan yang begitu mudahnya melepaskan keyakinan cuma karena kenikmatan sesaat. Banyak orang yang menjual imannya karena takut tidak mendapatkan kedudukan dan jabatan. Banyak orang menjual imannya, karena takut cintanya kandas di tengah jalan. Banyak orang meninggalkan keyakinannya karena takut hidupnya menderita. Ingat saudara-saudara perkataan Chairil Anwar, hidup ini sekali berarti sesudah itu mati. Air ludah yang anda sudah buang tidaklah mungkin anda akan jilat kembali. Karena itu, adalah lebih baik menderita karena iman, dari pada menderita karena berbuat hal yang paling jahat di mata Tuhan.
Anthonie Aris van de Loosdrecht menjadi teladan bagi kita semua. Sebuah keteladanan karena Kristus. Sebagaimana Tuhan Yesus dengan penuh ketulusan, merelakan diriNya menjadi korban tebusan demi pembebasan manusia dari hukuman atas dosa sehingga manusia memperoleh selamat, maka Anthonie Aris van de Loosdrecht telah merelakan dirinya menjadi Martyr karena Injil dan kita semua buah dari pengorbanannya itu.

3. Karena Iman maka pandangannya ia arahkan kepada upah

Seringkali kita mendengar orang mengucapkan kata-kata dari 1 Kor. 3:8 bahwa "masing-masing orang menerimah upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri". Tapi Musa, selagi masih berada di Rafidim, telah mendapat warning bahwa ia tidak akan menjejakkan kakinya di Tanah Perjanjian. Apakah semangat Musa menjadi kendur saat mengetahui hal tersebut? Ternyata tidak! Musa melihat jauh ke depan. Ia meletakkan dasar yang kuat bagi generasi yang kemudian dengan menyadari bahwa apa yang dikerjakannya sekarang akan mendatangkan kebahagiaan untuk anak cucu Israel di kemudian hari. Musa sadar bahwa dia hanya diberi kesempatan untuk hidup sekali, dan karena itu ia memanfaatkan hidup yang ada untuk lebih berarti bagi generasi kemudian tanpa berpikir untung atau rugi.
Hal yang demikian kiranya menjadi panggilan iman semua anak-anak Toraja, untuk meletakkan dasar yang kuat bagi generasi ke depan agar mereka dapat menikmati kehidupan yang lebih baik dan menjadi berkat bagi dunianya. Ingat, hanya sekali saja kesempatan ini diberi bagi saudara dan saya, dan kita tidak akan pernah bisa mengulanginya 100 tahun yang akan datang.
Mari dengan iman kita memandang jauh ke depan, sebagaimana pandangan Anthonie Aris van de Loosdrecht ketika menginjakkan kakinya di Tondok Lepongan Bulan, Padang ri Matarik Allo, Toraja tungka sanganna. Pada akhir suratnya kepada Pengurus GZB tertanggal 8 Juni 1914, ia menulis kata-kata ini: "Tetapi kami tidak mau mendahului; siapa yang percaya, tidak akan tergesa-gesa". Anthonie Aris van de Loosdrecht tidak berpikir bahwa apa yang ia kerjakan sekarang langsung membuahkan hasil. Bisa jadi buah dari pekerjaannya akan nampak 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun atau lebih. Ia hanya melakukan apa yang berarti bagi orang lain, dan karena pandangannya yang demikian maka kita menikmati buah dari pekerjaannya. 100 tahun ke depan itu adalah tanggung jawab saudara dan saya.

Ingat: "Hidup hanya sekali berarti, dan setelah itu adalah mati".
Mari kita terus berkarya demi anak cucu kita ke depan.

Selamat Paskah.
Selamat merayakan 100 tahun IMT.
Tuhan Yesus memberkati.

Wednesday, April 10, 2013

Tuhanlah Kekuatanku

Sebuah Refleksi Pribadi
Bahan Bacaan Alkitab: Keluaran 15 : 1 - 21


Dalam menjalani hidup ini, tidak ada satu pun dari manusia yang bebas dari segala tantangan dan pencobaan. Namun masing-masing orang memiliki cara atau strategi untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan atau tantangan tersebut. Tetapi tidak jarang juga orang yang tidak mampu menghadapi tekanan hidup sehingga mereka mengambil jalan pintas dengan cara mencelakakan dirinya sendiri atau mencelakakan orang lain.

Namun demikian, sebagai anak-anak Tuhan, kita harus tetap memiliki keyakinan yang teguh bahwa dalam kondisi apa pun juga; baik itu suka maupun duka, kasih dan kesetiaan Tuhan tidak pernah beranjak dari setiap orang yang menaruh harap kepadaNya. Keyakinan inilah yang memotivasi kita untuk terus melangkah menyusuri lorong-lorong kehidupan. Dan yang pasti, jika kita melangkah dalam iman, maka banyak perkara besar yang dapat kita selesaikan, karena Tuhanlah yang memberi kemenangan bagi setiap anak-anakNya. Inilah dasar keyakinan Rasul Paulus sehingga ia berkata: "Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaKU (Flp. 4:13)".

Sebenarnya perjalanan sejarah bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan adalah cerminan perjalanan kehidupan. Sepanjang perjalanan dari Mesir ke Kanaan, bangsa Israel jatuh bangun dalam keyakinannya. Namun demikian, kasih dan kesetiaan Tuhan tidak pernah beranjak dari kehidupan anak-anak Israel. Sepanjang sejarah perjalanan padang gurun, bangsa Israel mengalami pergumulan dan penderitaan yang berat, dan hal ini tidak dapat mereka hindari tetapi harus mereka hadapi dan mereka taklukkan. Tidakkah hal yang sama sering menjadi bahagian dari perjalanan hidup kita. Kita sering jatuh bangun dalam kehidupan iman. Ketika keadaan aman, kita mudah menyatakan syukur dan memberi kesaksian bahwa Tuhan itu baik. Tetapi ketika keadaan berbalik, lingkungan yang tidak bersahabat, kebutuhan jasmaniah tak terpenuhi, berbagai tekanan hidup lainnya datang selih berganti; mulailah kita bersungut-sungut dan mempersalahkan Tuhan. Tapi nyatanya, Tuhan tidak pernah beranjak dari kehidupan anak-anakNya. Ia tetap setia dalam ketidak setiaan umatNya.

Dalam keadaan yang terjepit sekali pun, Tuhan tidak akan membiarkan umatNya mengalami penderitaan yang tidak dapat mereka tanggung. Ya....Tuhan tidak akan membiarkan umat ketebusanNya tenggelam dalam kebinasaan. Melalui perikop bacaan kita, nampak jelas bagaimana Tuhan dengan cara yang ajaib meluputkan Israel dari bahaya kematian. Tuhan menyeberangkan mereka dan mengeringkan lautan itu, sehingga ada tempat bagi mereka untuk berpijak. Air sebelah-menyebelah menggunung seperti tembok, Israel berjalan di tempat yang kering dan rata, sehingga mereka selamat sampai ke seberang. Tetapi tentara Mesir justru terperosok ke dalam lumpur, sehingga laju kereta mereka menjadi lambat dan pada akhirnya Tuhan menenggelamkan mereka dan tak satu pun yang selamat. Karena itu, Musa dan seluruh umat Israel bersukacita dan penuh syukur memuliakan nama Tuhan (Kel. 15:2).

Sekali lagi, perjalanan umat Israel sebenarnya menjadi cerminan perjalanan umat Tuhan sepanjang zaman. Tantangan dan persoalan silih berganti memberi warna di setiap jejak-jejak langkah kita. Terkadang timbul rasa kuatir dan takut, hati kita diselimuti kegalauan; dan saat kita mengalaminya, maka tak jarang kita mulai terjebak dalam keputus-asaan. Tak jarang kita pasrah menerima keadaan dan memandang hal tersebut sebagai "SURATAN NASIB". Memang, harus kita akui bahwa di dalam menghadapi berbagai kesulitan, kita butuh pertolongan dari pihak yang lebih kuat. Tapi persoalannya ialah, siapa yang kita harapkan untuk mendampingi kita di saat kesulitan datang melanda? Apakah kita mengandalkan hikmat dan kekuatan yang kita miliki? Ataukah kita mengandalkan sesama kita manusia? Ataukah kita hanya mengandalkan Tuhan?

Hanya satu jawabannya bagi setiap orang yang sungguh percaya, yakni "TUHAN". Keberadaan kita saat ini menjadi bukti bahwa IA tetap mendampingi kita dalam menjalani kehidupan dengan segala realita yang ada. Dan dalam menjalani hidup, ada kekuatan dan kuasa yang dikaruniakan kepada kita sehingga kita terus mengisi kehidupan ini dengan berbagai rutinitas pekerjaan. Dan dalam semuanya itu, IA menyatakan berkat-berkatNya dalam berbagai bentuk, baik berkat jasmani maupun berkat rohani.

Saudaraku.................
Perjalanan kehidupan masih panjang. Mungkin ke depan, tantangan dan persoalan semakin berat menekan kehidupan kita. Tetapi bagi kita, Tuhan Yesus menyarankan: "Hadapi semuanya itu dengan iman. Sebab hanya dengan iman, kita dapat berkata kepada pohon itu, terbantunlah dan tercampaklah ke dalam laut, maka hal itu akan terjadi". Perkataan ini adalah perkataan Tuhan Yesus, sehingga jika kita menyambut dan meyakini sepenuhnya, maka akan begitu banyak perkara-perkara besar yang dapat kita selesaikan, sebab bagi Tuhan dan juga bagi orang yang percaya kepadaNya: "Tidak ada perkara yang tidak mungkin".

Sekarang, apakah kita telah sungguh-sungguh percaya bahwa hanyalah Tuhan kekuatan kita? Dalam segala jerih dan juang kita, bahkan dalam segala pergumulan dan penderitaan kita, apakah kita hanya mengandalkan kemampuan, kekuatan, kedudukan, harta dan kepandaian kita, ataukah kita hanya mengandalkan Tuhan? Jika kita berkata: "Hanya Tuhan saja sandaranku dan andalanku", maka baiklah kita dengan bersungguh hati berserah kepadaNya dan menuruti apa yang dikehendakiNya. Yesus Kristus yang tidak pernah berubah, baik kemarin maupun hari ini bahkan sampai selama-lamanya, Dialah yang akan mewujudkan semua harapan dan kerinduan kita untuk menikmati sebuah kehidupan yang lebih baik dan sempurna melebihi apa yang sudah kita rasakan pada hari-hari yang sudah berlalu.


Tuesday, April 9, 2013

Keajaiban Kasih Tuhan Memelihara Hidup UmatNya

Bahan Bacaan Alkitab: 1 Raja-raja 17 : 7 - 24

Nast: 1 Raja-raja 17 : 9
"Bersiaplah, pergilah ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, AKU telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan"

Kekuatiran dan rasa takut menjadi realita hidup dari setiap orang. Artinya, tidak ada seorang pun yang merasa setril atau bebas dari perasaan kuatir dan takut dalam menjalani hidup ini. Contoh kecil, seorang ibu yang memiliki anak balita, tiba-tiba suhu badan anaknya naik turun. Menghadapi kondisi seperti itu, tidaklah mungkin ia tinggal diam dan perasaannya biasa-biasa saja. Pastilah hatinya mulai diliputi kekuatiran bahkan rasa takut yang berlebihan. Mungkinkah anaknya mengidap demam berdarah, atau mungkin typus, atau mungkin radang tenggorokan, atau mungkin penyakit lainnya yang mempengaruhi dan mengakibatkah suhu badan anaknya naik turun? Perasaan kuatir dan rasa takut mendorong sang ibu bertindak, lalu mengantar anaknya ke Puskesmas atau Rumah Sakit atau ke Dokter Praktek yang sudah menjadi langganan keluarga.

Jikalau perasaan kuatir dan takut karena sakit penyakit saja mendorong seseorang mencari tabib atau dokter, maka seharusnya hal yang sama juga kita nampakkan dalam kehidupan iman. Ketika tekanan hidup datang melanda, rasanya tidak ada kemampuan untuk keluar dari persoalan itu, maka tidak ada jalan lain bagi kita sebagai orang percaya untuk datang mencari pertolongan selain datang kepada Tuhan. Kita harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa "TUHAN SANGGUP" mengeluarkan kita dari segala persoalan yang melilit hidup kita.

Karena itu, mari kita belajar dari pengalaman hidup seorang abdi Tuhan yang bernama nabi Elia. Ketika kekeringan dan kelaparan yang hebat melanda negeri, Elia diperintahkan Tuhan untuk pergi ke tepi Sungai Kerit, sebuah anak sungai yang berada di bagian timur dari sungai Yordan. Di sana Tuhan memelihara hidup Elia dengan suplai air dari anak sungai itu dan yang sangat ajaib adalah Tuhan memerintahkan burung gagak untuk memberinya makan. Burung gagak adalah salah satu burung yang sangat rakus dan ia tidak mau berbagi makanan dengan temannya. Tapi burung yang rakus ini dipakai oleh Tuhan untuk menyatakan kuasa pemeliharaanNya yang sungguh ajaib bagi orang yang dikasihiNya. Demikian kita dapat membaca dalam ayat 6: "Pada waktu pagi dan petang, burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya". Pagi dan petang, Allah memenuhi kebutuhan Elia dengan memakai burung-burung yang rakus itu. Ajaib, bukan? Tapi itulah cara Tuhan yang tidak mungkin dijangkau oleh akal manusia.

Namun beberapa waktu kemudian, anak sungai itu kering karena tiada hujan. Apakah dengan keringnya anak sungai itu membuat pemeliharaan Allah berhenti juga?

Ternyata tidak! Allah tetap menyatakan pemeliharaanNya dengan cara-cara yang ajaib, yang terkadang sangat sulit diterima oleh akal sehat. Bayangkan, nabi Elia harus meninggalkan negerinya menuju ke Sarfat yang di Sidon itu. Sebuah negeri kafir yang dalam tradisi Yahudi harus dihindari. Dan pastilah di tempat ini Elia menjadi orang asing; tidak ada orang yang dia kenal, pun sebaliknya tidak satu pun orang di sana yang mengenalnya. Jika kita mengikuti logika manusia, maka pastilah hidup Elia akan terlantar. Tapi karena Allah sendiri yang memerintahkannya, maka Elia melakukannya. Yang lebih aneh ia, Elia diperintahkan untuk menjumpai seorang janda yang keadaannya sangat memprihatinkan. Allah tidak memerintahkan Elia untuk mendatangi sebuah rumah yang mewah dengan persediaan makanan yang melimpah, tetapi Allah mempertemukannya dengan seorang janda miskin yang hidupnya bersama dengan anaknya tinggal menghitung hari. Di sini kita tidak mengetahui apa yan ada dalam pikiran Allah. Dari sudut pandang manusia, ini adalah hal yang mustahil, bagaimana mungkin janda itu menyediakan makanan bagi Elia jika ia dan anaknya saja akan segera mati karena bencana kelaparan yang hebat itu? Perhatikan perkataan janda itu dalam ayat 12: "Demi Tuhan Allahmu yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang, aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati". Sungguh hal yang miris dan yang sangat memprihatinkan, dan tentu saja ini adalah sebuah kemustahilan bahwa melalui janda yang miskin ini hidup Elia akan terpelihara. Tapi jalan pikiran Allah tidak sama dengan jalan pikiran manusia.

Yang jelas bahwa melalui janda yang miskin ini,  hidup Elia dipelihara Allah. Hal ini harus menjadi pelajaran bagi kita bahwa dalam kondisi apapun, janganlah kita meragukan kuasa Tuhan. Tuhan Yesus menegaskan bahwa kekuatiran dan rasa takut tidak akan memberi solusi bagi kita untuk keluar dari segala masalah. Demikianlah sabdaNya: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (Mat. 6:27)". Karena itu, seberat apa pun persoalan yang kita hadapi, yakinilah bahwa bersama dengan Tuhan selalu ada jalan keluar. KasihNya begitu hebat atas kita dan kasih itulah yang akan mengawal kehidupan kita menuju kepada kesempurnaannya.

Ingat dan camkan kata-kata saya ini:

"Dalam kemustahilan kuasa Tuhan bekerja untuk melakukan perkara-perkara yang besar, sebab bagiNya tidak ada yang tidak mungkin"

Monday, April 8, 2013

Yang Lama Telah Berlalu, Yang Baru Kini Telah Datang

Bahan Bacaan Alkitab: 2 Korintus 5 : 17 - 21

Sebuah Refleksi Jiwa Untuk Perayaan 100th IMT

Konon, Tempo Doeloe........
Nun jauh di pedalaman, kampoeng halamanku berada.
Sebuah udik yang tersembunyi.......
Terbungkus belantara terkurung di antara pegunungan
Tak ada mata yang melirik, tiada hati yang terpikat
Ketampanannya hanyalah keluguan, keagungannya hanyalah sebuah kebodohan
Derita masyarakatnya adalah sebuah guyonan, gaya hidup manusianya adalah sebuah lawakan
Moyangku bodoh tak berpendidikan, primitif di tengah gaung kemajuan
Terlindas oleh roda perkembangan, hidup dalam kemelaratan di tengah kelimpahan
Penguasa hanya minat pada kekayaan alamnya, dikeruk habis tanpa belas kasihan
Anak-anak negeriku jadi budak rodi, dengan perut yang lapar bekerja untuk kebahagiaan orang lain

Konon, Tempo Doeloe......
Nun jauh di seberang sana, di balik samudera luas tak bertepi
Tersiar berita tentang derita moyangku,
Terbesik kabar tentang tangisan anak-anak negeriku
Seperti Israel yang mengerang karena derita sebagai budak di Mesir,
Demikianlah erangan moyangku sampai keharibaanMu
Seperti Musa telah Engkau tetapkan untuk menyatakan kuasa pembebasanMu
Demikianlah Engkau menetapkan A.A. van de Loosdrecht melawat moyangku dalam derita
KasihMu tak terhalang samudera luas, kuasaMu tak terbendung belantara raya
Melawan takdir Engkau menuntun hambaMu,
Melintasi waktu Engkau antar dia ke negeriku
Tanpa menuntut upah ia berkarya bagi moyangku,
Tertumpah darahnya demi martabat kaumku

Diagungkanlah namamu di antara segala bangsa
Sebab benih Injil yang kau tabur tak tumbuh dengan percuma
Sebab dulu kampoeng kami tak diinginkan
Wajah negeri kami jadi cela
Kemiskinan dan kebodohan jadi kisahnya
Menjual diri jadi budak itulah lagunya

100 tahun telah berlalu..........
Cahaya Injil telah bersinar
Sangkakala sorgawi telah ditiup, beiringan tabuhan genderang kemenangan
Lembaran hidup baru kini dimulai
Buluh yang terkulai kini ditegakkan
Semangat yang patah kini telah bangkit

100 tahun telah terlewatkan...........
Kampoengku kini bak primadona
Laksana tuan putri yang cantik gemulai, menebar pesona bagi kaum jejaka
Kampoengku kini jadi rebutan, menebar pesona bagi masyarakat dunia
Dikagumi bangsa-bangsa, jadi kebanggaan ibu pertiwi

100 tahun telah terlewatkan.................
Moyangku kini pintar dan anak cucunya cerdik cendikia
Terhormat di antara suku, bermartabat di antara bangsa dan mulia di tengah jagat raya
Ia tidak lagi jadi cela dan aib, tetapi disegani dan dihargai
Yang lama telah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang

Karena Injil negeriku makmur.
Karena Injil masyarakatku sejahtera
Karena Injil moyangku bermartabat
Karena Injil anak negeriku jadi kebanggaan

Kusyukuri kebaikanMu Tuhan
Hatiku dan jiwaku bertepik sorak karena kuasa kasihMu
Tak terjangkau oleh akal budiku akan kuasaMu
Dengan bersujud beriring airmata bahagia kuserukan namaMu
Kiranya 100 tahun ke depan
Anak cucuku turut merasakan apa yang kurasakan
Kiranya 100 tahun ke depan
Mereka pun menceritakan hal yang sama

Salam 100th IMT
Bravo Toraja
Bravo Injil



Saturday, April 6, 2013

Mengasihi Tanpa Batas

Bahan Bacaan Alkitab: Yehezkiel 47 : 21 - 23
Pengembangan Khotbah Untuk Ibadah Jemaat,
Minggu, 7 April 2013
Dari Buku Membangung Jemaat


Yehezkiel (Ibr: Yekhezqe'l) mempunyai arti "Allah Menguatkan".
Sebagian ahli Perjanjian Lama sepakat bahwa Yehezkiel putra Busi dibuang ke Babel hampir pasti bersama Raja Yoyakhin pada thn. 597 sM (2 Raj. 24:14-17). Dia dimukimkan di kampung Tel-Abib dekat Sungai Kebar, dan 5 tahun berikutnya ia menerima panggilan untuk menjadi nabi atas umat Israel yang ada di pembuangan Babel (Yeh. 1:2).

5 tahun pertama bangsa Israel di Babel adalah tahun-tahun yang diwarnai dengan kepedihan yang amat mendalam. Kebanggan diri Israel sebagai umat pilihan Tuhan menjadi pudar seiring dengan kenyataan yang mereka alami bukan lagi sebagai bangsa yang merdeka tetapi sebagai bangsa yang tertawan dan menjadi budak bagi bangsa Babel yang nota bene "bangsa kafir yang tidak mengenal Yahweh". Israel seumpama pohon yang tercabut sampai ke akar-akarnyan lalu ditanam di tempat yang asing dan pertumbuhannya tidak seperti yang diharapkan. Pembuangan Israel ke Babel juga membawa dampak atau pengaruh yang cukup kuat terhadap pemahaman spiritual yang menjadikan Yerusalem sebagai Kota Allah dan tempat kediaman Yang Maha Kudus yang tidak akan mungkin tersentuh oleh tangan-tangan najis bangsa-bangsa kafir. Tapi faktanya: "Yerusalem ditaklukkan dan Bait Allah yang menjadi pusat penyembahan dan simbol pemerintahan Allah (Theokrasi) diruntuhan".

Di mata bangsa-bangsa sebelum peristiwa penaklukkan Yerusalem yang berujung pada pembuangan, Kota Yerusalem dengan temboknya yang kokoh dan Bait Allah yang menjadi pusat penyembahan umat adalah sesuatu yang sangat menggentarkan dan jika kota itu dapat ditaklukkan maka menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Ucapan yang terdapat dalam Mzm. 42:10-11 menjadi gambaran bagaimana bangsa Israel pasca penghancuran Yerusalem menjadi bahan cemoohan bagi bangsa-bangsa: "aku berkata kepada Allah, gunung batuku: mengapa Engkau melupakan aku? Mengapa aku harus hidup berkabung di bawah impitan musuh? Seperti tikaman maut ke dalam tulangku, lawanku mencela aku, sambil berkata kepadaku sepanjang hari: di manakah Allahmu?".

Kondisi inilah yang membuat bangsa Israel tidak lagi memiliki harapan untuk hidup dan menatap masa depan mereka dengan kepala tegak. Kondisi seperti inilah yang mendorong Yeremia menulis surat dari pengasingannya di Mesir dan dialamatkan secara khusus kepada semua umat Israel yang ada di pembungan Babel (Yer. 29).

Dalam hal ini juga kita dapat memahami tujuan Allah dalam memilih dan menetapkan Yehezkiel untuk menjadi nabi di tengah-tengah keberadaan bangsa yang sedang ada dalam pembuangan itu. Kehadiran Yehezkiel di tengah-tengah bangsa itu dimaksudkan untuk menyadarkan bangsa itu bahwa penghukuman yang terjadi atas mereka adalah buah dari perbuatan mereka yang tidak lagi berlaku setia kepada Allah. Peristiwa penghancuran Yerusalem dan berujung pada pembuangan umat ke Babel adalah sebuah peringatan bagi bangsa Israel bahwa "Yahweh" yang mereka sembah tidak dapat dipermain-mainkan. Panggilan atas Yehezkiel menjadi nabi bagi umat yang terbuang itu bertujuan untuk menyadarkan bangsa itu tentang perbuatan mereka yang berujung pada penghukuman dan menuntun bangsa itu kepada sebuah "PERTOBATAN". Jadi penghukuman itu bukan berarti bahwa KASIH Allah terhadap Israel telah memudar. Justru sebaliknya, penghukuman itu menjadi bukti bahwa Allah begitu mengasihi Israel dan tidak mau membiarkan Israel hidup seperti bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah.

Perikop bacaan kita hari ini berbicara tentang berita pengharapan dan pemulihan yang hendak dinyatakan Tuhan terhadap umat yang tertawan itu. Ini adalah berita sukacita tentang pembebasan yang akan mereka alami yang dibarengi dengan sebuah amanat yang tegas bahwa mereka harus bertobat dan kembali kepada Allah. Allah melakukan rekonsiliasi dengan umat itu, tetapi konsekwensinya adalah "umat harus berlaku setia dan menempatkan Tuhan di atas segala-galanya. Jika Israel taat dan berlaku setia kepada Allah maka Allah akan menetapkan kesetiaan dalam negeri, menempatkan kembali BaitNya di tengah-tengah mereka, menegakkan kembali takhta Daud dan memberkati umatNya untuk mendiami negeri mereka secara turun-temurun (band.: Yeh. 37:15-28). Tidak ada lagi Israel Utara dan Israel Selatan, yang ada hanyalah Israel Raya; Satu Negeri, Satu Ibu Kota dan Satu Tempat Peribadahan".

Pemulihan yang akan dilakukan oleh Allah terhadap bangsa itu adalah sempurna dan kepada kota Yerusalem yang telah hancur dan yang akan dibangun kembali, Allah memberi nama baru yakni: "YEHOVA-SHAMMAH" yang artinya: "Tuhan Hadir Di Situ". Nama ini mengandung makna theologis yang dalam bahwa "dulu kota ini ditinggalkan oleh Tuhan akibat dosa umat dan dosa para pemimpinnya, tetapi kini Tuhan kembali untuk tinggal bersama dengan umat dan memberkati umat".

Salah satu hal yang ditekankan sebagai bentuk ketaatan umat kepada Allah saat kembali mendiami negeri mereka dan kota Yerusalem yakni: "pembagian tanah secara adil". Tuhan tidak menginginkan kota yang baru itu diwarnai oleh KESERAKAHAN. Tuhan tidak menghendaki Israel melakukan ketidak-adilan di kota itu dengan mengadakan pengkotak-kotakan. Tidak boleh ada diskriminasi, tidak boleh ada kaum pribumi dan non pribumi, tidak boleh ada penduduk asli dan tidak asli. Tepatnya, tidak boleh ada pembedaan antara Yehuda dan Samaria. Jika Allah menyatukan kembali negeri yang dahulu terpecah dua menjadi satu, itu berarti Allah mau supaya negeri itu dimiliki bersama, dinikmati bersama dan disyukuri secara bersama-sama. Mereka harus hidup rukun dan damai dan dalam segala hal saling menopang dan saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Indahnya hidup rukun memungkinkan berkat dari YEHOVA-SHAMMAH dialami dan diwarisi secara turun temurun.

Peristiwa pemusnahan Yerusalem merupakan titik berakhirnya kisah kegagalan kota itu sebagai masyarakat yang adil dan sekaligus menjadi sebuah awal yang baru di mana Allah melakukan pemulihan atas umatNya dan membangun sebuah komunitas yang baru di mana kesejahteraan dapat dinikmati bersama. Apa yang dialami oleh bangsa Israel ini menjadi gambaran dari tindakan yang dilakukan Allah melalui peristiwa Salib dan Kubur Yang Kosong. Salib menjadi titik akhir dari kegagalan manusia menjaga citra dirinya sebagai gambar dan rupa Allah Allah. Yesus menjadi tumbal atas dosa manusia. Tetapi Kubur Yang Kosong menjadi titik balik terbitnya zaman baru, di mana semua orang disatukan untuk mengalami keselamatan dari Allah. Kasih Tuhan menjangkau semua bangsa, dan semua orang yang mengalaminya harus meneruskan kasih itu kepada saudaranya dan siapa saja yang hidup dalam tekanan dan penderitaan.

Karena itu, janganlah jadikan diri anda seperti Laut mati yang hanya mau menerima tetapi tidak mau berbagi dan akibat dari itu adalah kehampaan hidup (yang ada hanyalah kematian). Tetapi jadilah seperti Danau Tiberias yang menerima aliran Sungai Yordan dan mengalirkan dengan sekian banyak anak sungai, sehingga di danau itu berkeriapan segala makhluk hidup. Pantainya berhiaskan bunga-bunga dan sejuta jenis tumbuhan serta kicau burung-burung menambah kesemarakannya. Berbagi kasih akan membuat hidup menjadi lebih hidup.

Web gratis

Web gratis
Power of Love